Suara.com - Nasib kedua aktor utama kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, yakni Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi kini berada di tangan beberapa saksi.
Adapun sederet saksi ahli dari berbagai pakar keilmuan turut hadir dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023) hari ini.
Segelintir saksi ahli tersebut memberikan analisis mereka terhadap pengakuan Putri Candrawathi yang menuding mendiang Yosua melakukan tindakan kekerasan seksual terhadapnya yang juga menjadi motif Sambo menghabisi nyawa sang Brigadir tersebut.
Ahli pidana: Kita harus melihat pemerkosaan dari segi hukum
Baca Juga: Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Diperiksa Sebagai Terdakwa Kasus Pembunuhan Yosua Pekan Depan
Sambo berdalih dirinya membunuh Brigadir Yosua secara keji sebagai respons terhadap laporan pelecehan seksual yang dilaporkan oleh Putri.
Febri Diansyah selaku kuasa hukum Sambo dan Putri kembali menyinggung soal dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Yosua sebagai motif utama pembunuhan Sambo.
Adapun Febri menegaskan bahwa sejumlah bukti termasuk analisis forensik telah membuktikan benar adanya kekerasan seksual tersebut.
"Kami mengidentifikasi ada satu keterangan korban, yaitu Bu Putri. Kemudian ada satu keterangan ahli psikologi forensik yang menyampaikan di persidangan bahwa keterangan Bu Putri layak dipercaya atau berkesesuaian dengan tujuh indikator yang kredibel," kata Febri di depan majelis hakim.
Lebih lanjut sosok ahli pidana dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Said Karim turut memberikan pendapatnya tentang laporan kekerasan seksual tersebut.
Said menegaskan bahwa pelaporan kekerasan seksual harus dikaji secara pidana.
"Mohon izin, Yang Mulia. Saya akan menjawab, tentu saja tetap harus menggunakan pendekatan hukum," tegas Said.
Said juga tak memungkiri bahwa kesaksian kekerasan seksual dapat dipercaya maupun tidak oleh yang menerima laporan tersebut.
"Jadi begini, keterangan seorang saksi korban, misalnya, saksi korban menyatakan dirinya diperkosa. Orang yang mendengarkan kabar ini masing-masing punya hak mau percaya atau tidak percaya," lanjutnya,
Sosok ahli pidana tersebut juga menegaskan fakta bahwa umumnya kejadian kekerasan seksual terjadi di ruang lingkup privat.
"Tetapi sebenarnya pada tindak pidana kekerasan seksual pada umumnya terjadi itu hanya disaksikan oleh dua pihak, saksi korban dan pelaku dan itu pun dilakukan di ruang privat," jelas Said.
"Jadi dalam kaitan, misalnya, ada korban menyatakan dirinya adalah korban pemerkosaan. Kita melakukan pendekatan hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku," timpal Said.
Pidana pembunuhan berencana harus memenuhi unsur krusial
Said juga menyoroti soal pidana pembunuhan berencana yang mengancam Sambo harus didasari oleh satu unsur penting. Unsur tersebut tak lain adalah unsur kesengajaan.
"Kesengajaan tadi sudah saya katakan, bahwa kesengajaan itu harus ada perbuatan nyata dalam kasus pembunuhan, harus ada perbuatan nyata dari pelaku yang menyebabkan terjadinya kematian ada orang yang meninggal dunia dan kematian ini memang dikehandaki dari pelaku," kata Said membela Sambo.
Sedangkan dalam kasus Sambo, Said tak melihat adanya unsur kesengajaan. Said mengamati bahwa Sambo awalnya tak memiliki rencana untuk membunuh Yosua, namun untuk mengklarifikasi terkait dengan laporan Putri.
"Bagaimana kalau sebenarnya tidak ada rencana untuk melakukan pembunuhan tapi rencana yang ada adalah untuk melakukan klarifikasi, jadi rencana awalnya adalah melakukan klarifikasi," ujar Said.
Kontributor : Armand Ilham