"Oleh karenanya pengakuan kesalahan oleh Negara adalah fundamental dan telah direkomendasikan dua dekade lalu," tutur dia.
KontraS menyoroti juga rekomendasi perihal upaya pencegahan agar pelanggaran HAM tidak terulang. Mereka berpendapat jaminan ketidakberulangan tanpa akuntabilitas dan reformasi sektor keamanan hanya menjadi retorika belaka.
"Karena selama ini tidak pernah terjadi inisiatif untuk mereformasi Polri dan TNI baik secara struktural maupun kultural. Nyatanya, selama ini masih terjadi impunitas terhadap pelaku pelanggaran HAM, tidak adanya kontrol sipil terhadap militer dan institusi keamanan," katanya.
Di sisi lain, yang menjadi catatan reformasi sektor keamanan, menurut KontraS ditunjukkan dengan tidak berjalannya vetting mechanism sebagai mekanisme integral. Untuk tidak menempatkan aktor yang terlibat dalam kasus pelanggaran HAM berat mengalami kenaikan pangkat dan jabatan.
"Dari sejumlah catatan di atas, kami menduga bahwa rekomendasi Tim PPHAM Berat Masa Lalu alih-alih mampu mendesak negara menjalankan kewajibannya, rekomendasi yang dihasilkan kami khawatirkan hanya semakin memutihkan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi," kata Rivanlee.
"Kami meyakini bahwa jika negara menganggap bahwa suatu kasus pelanggaran berat HAM akan ditutup saat terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum adalah ketidakseriusan dalam mengungkap fakta pelanggaran HAM berat," tegasnya.
Untuk diketahui pada Kamis, 29 Desember 2022 Tim PPHAM telah menyerahkan laporan akhir yang berisi rekomendasi atas sejumlah pertemuan dengan korban/keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat kepada Menkopolhukam Mahfud MD, untuk selanjutnya diserahkan kepada presiden.
Setidaknya terdapat 12 pelanggaran HAM berat masalalu yang didalami oleh Tim PPHAM. Sebanyak 15 kasus itu merupakan rekomendasi dari Komnas HAM.
Adapun 12 pelanggaran HAM masalalu yang diselidiki di antarnya, Peristiwa Trisakti 1998, Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II 1998, Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999 dan Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985.
Baca Juga: Sudah Disentil Jokowi, Proyek ITF Sunter Jakarta Utara Masih Mandek