Suara.com - DPR RI bakal mempelajari Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang diterbitkan pemerintah pada 30 Desember 2022 lalu. Sebelum selesai mempelajari, DPR belum menyikapi terkait terbitnya Perppu tersebut.
"Kita belum mempelajari karena memang baru disampaikan pada saat masa reses. Kita baru akan aktif masa sidang pada tanggal 10 Januari, dan tentunya DPR RI akan mempelajari isu Perppu tersebut," kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Dasco mengatakan, Perppu Cipta Kerja itu selain dipelajari, nantinya juga akan dibahas oleh sembilam fraksi yang ada di Senayan.
"Kemudian seperti mekananisme yang ada, tentunya Perppu itu akan dbahas dengan fraksi-fraksi yang ada di DPR," kata Dasco.
Baca Juga: Pekerja yang Menikah dengan Rekan Sekantor Tak Boleh Dipecat dalam Perppu Cipta Kerja
Setelah selesai mempelajari, Dasco mengatakan pihaknya akan menyampaikam sikap resmi dari DPR terkait Perppu Cipta Kerja, baik kepada masyarakat maupun kepada Presiden Jokowi.
"Sehingga kita akan pelajari dulu isinya dan nanti pada saatnya kita akan sampaikan," ucap Dasco.
Alasan Jokowi
Presiden Jokowi tiba-tiba melakukan 'manuver' yang membuat beberapa kalangan terkejut menjelang akhir tahun. Presiden yang kini memasuki periode kedua masa jabatannya itu mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Jokowi mengemukakan, perppu tersebut sebagai jawaban mengisi kekosongan hukum untuk urusan investor di dalam dan luar negeri.
Baca Juga: Hari Libur hingga Pesangon, 5 Aturan di Perppu Cipta Kerja yang Dianggap Merugikan
"Karena itu untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum yang dalam persepsi investor baik dalam maupun luar (negeri)," kata Jokowi pada Jumat (30/12/2022) lalu.
Ia kemudian menyebut, Perekonomian Indonesia pada 2023 itu bakal sangat tergantung pada investasi serta kekuatan ekspor. Lantaran itu, Jokowi memutuskan untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja untuk memastikan adanya payung hukum.
Tak hanya itu, ia menekankan saat ini Indonesia dalam posisi waspada akan ketidakpastian global pada tahun baru ini. Apalagi sudah ada 14 negara yang menjadi pasien IMF. Pun tak menutup kemungkinan masih ada negara lainnya yang mengantre menjadi pasien lembaga keuangan tersebut.
"Itu yang menyebabkan kita mengeluarkan perppu karena itu untuk memberikan kepastian hukum," tuturnya.
Sementara itu, , Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana menyebut langkah yang dilakukan Jokowi sebagai bentuk pelecehan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dengan mengambil jalan pintas menerbitkan Perppu, Presiden seolah menjawab sisi kebutuhan cepat, tetapi melecehkan dan tidak melaksanakan putusan MK," kata Denny dalam keterangan tertulisnya Sabtu (31/12/2022).
Ia mengemukakan, jika nantinya akan disetujui DPR menjadi undang-undang, namun tidak ada pelibatan publik di dalamnya.
"Karena Perppu meskipun nantinya disetujui DPR menjadi undang-undang, pasti tidak melibatkan partisipasi publik sama sekali,"
Sebelumnya, MK sendiri menyatakan Undang-Undang Ciptaker inkonstitusional secara bersyarat, setelah digugat kalangan masyarakat sipil.