Suara.com - Wacana pencapresan eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menemui pro dan kontra. Pihak yang menentang menilai Anies memicu terjadinya polarisasi dan perpecahan, bahkan sampai dituding bapak politik identitas.
Narasi yang berkembang menyebut Anies sebagai representasi kelompok anti pemerintahan Presiden Joko Widodo, sementara Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dinilai berdiri di sisi sebaliknya.
Namun Anies sendiri ternyata tidak mengerti mengapa dirinya disebut sebagai penyebab terjadinya polarisasi. Anies menilai polarisasi adalah hal yang awam dijumpai di negara demokrasi karena ada perbedaan pendapat yang tidak ditekan pihak sebaliknya.
"Jadi dalam politik, ketika sampai ke tahap pemilihan dan ada 2 pilihan, pasti ada 2 polar. Terus kenapa jadi takut ada dua polar? Mau diganti siapapun juga akan terjadi begitu, namanya juga dua pilihan," ucap Anies, dikutip dari kanal YouTube Total Politik, Selasa (3/1/2023).

Bakal Calon Presiden 2024 yang telah dideklarasikan Partai NasDem itu malah berterimakasih dengan banyaknya pihak yang menudingnya biang kerok perpecahan. Apa alasannya?
"Justru saya merasa ini adalah kampanye gratis, terima kasih, nama saya disebut terus," seloroh Anies.
Anies menekankan tidak ada yang perlu ditakutkan dari polarisasi. Sebab polarisasi merupakan bentuk perbedaan pilihan biasa, apalagi karena situasi ini hanya tergambar di dunia maya.
"Ada fasenya. Ada polarisasi, bila dibiarkan terus akan menjadi friksi, dari friksi jadi konflik, kalau konflik baru pecah. (Jadi) ada fase," jelas Anies.
"Di kampung-kampung (memang) pada berantem? Enggak tuh. Yang berantem di virtual semua, di WA grup, di sosmed. Di masyarakat biasa-biasa saja, semua bekerja dengan kegiatannya. Nah di mana pecahnya?" lanjutnya.
Anies menyayangkan narasi setiap perbedaan pendapat akan menimbulkan polarisasi dan perpecahan. "Terus kemudian dicarilah kambing hitam," imbuh Anies, seolah menyindir orang-orang yang menudingnya mengakibatkan polarisasi.