Suara.com - Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute (TII) Ahmad Hidayah mengatakan bahwa partai politik perlu bekerja secara masif dalam merekrut dan menyeleksi calon anggota legislatif (caleg) karena sistem proporsional terbuka dalam Pemilu.
Ia menjelaskan bahwa model sistem proporsional terbuka mengharuskan parpol peserta pemilu menampilkan daftar calegnya. Selain itu, Indonesia juga menganut sistem multipartai dengan banyaknya parpol yang menjadi peserta Pemilu 2024.
"Bekerja secara masif untuk merekrut dan menyeleksi calon anggota legislatif. Partai politik perlu untuk merangkul orang-orang yang memang memiliki kapasitas serta popularitas yang tinggi," kata Ahmad dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (2/1/2023).
Menurutnya, sistem proporsional terbuka ini membuat parpol kerap memasukkan kadidat secara asal dengan tujuan agar daftar kandidat di setiap daerah pemilihan bisa terpenuhi.
"Logika yang digunakan oleh partai politik adalah semakin banyak calon anggota legislatif dan terpenuhi di semua daerah pemilihan, maka akan meningkatkan peluang bertambahnya perolehan suara yang artinya meningkatkan persentase kemenangan di pemilu tahun 2024 mendatang," lanjutnya.
Di samping itu, parpol memiliki tugas yang tidak mudah dalam merekrut dan menyeleksi bakal caleg. Terlebih, ada kebijakan afirmasi 30 persen kandidat perempuan di setiap daftar caleg.
Selain itu, ia menyebut bahwa parpol peserta pemilu harus melakukan sosialisasi masif pula ke berbagai daerah, baik tatap muka maupun memanfaatkan media sosial.
"Walaupun masa kampanye baru akan dimulai pada 28 November tahun 2023 mendatang, namun partai politik peserta pemilu tetap dapat melakukan sosialisasi ke daerah-daerah," katanya pula.
Menurutnya, sosialisasi itu bukan bertujuan untuk mengajak publik memilih parpol tersebut. Sosialisasi itu bertujuan untuk memperkenalkan visi, misi, dan program kerja partai.
Baca Juga: Proporsional Tertutup Langkah Mundur Pemilu
"Hal ini juga bisa dilakukan berbarengan dengan proses rekrutmen dan seleksi calon anggota legislatif," tambahnya.
Pada tahun ini, kata Ahmad, parpol juga perlu membentuk koalisi untuk mendukung calon presiden dan wakil presiden yang akan diusungnya, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu)
"Membuat partai politik menjadi gatekeeper dalam pencalonan presiden, sehingga dapat dikatakan sebagai pihak yang paling berperan," katanya pula.
Ia pun mengingatkan agar anggota legislatif dari parpol yang duduk di parlemen saat ini tidak melupakan kinerjanya sebagai wakil rakyat akibat kesibukan untuk kembali mencalonkan diri pada pemilu mendatang.
Pasalnya, ujarnya lagi, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Pemerintah dan DPD RI telah menyepakati Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dengan 41 Rancangan Undang-Undang (RUU) Prioritas Tahun 2023.
"Artinya, anggota partai politik yang telah berada di DPR RI masih perlu bekerja untuk membahas dan mengesahkan RUU yang dianggap prioritas tersebut," kata Ahmad pula. [ANTARA]