Kritik Pedas AHY ke Jokowi Soal Perppu Cipta Kerja: Hukum Dibuat untuk Kepentingan Rakyat, Bukan Kepentingan Elite

Senin, 02 Januari 2023 | 22:04 WIB
Kritik Pedas AHY ke Jokowi Soal Perppu Cipta Kerja: Hukum Dibuat untuk Kepentingan Rakyat, Bukan Kepentingan Elite
Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). [Suara.com/Bagaskara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritik Presiden Joko Widodo yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu nomo 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Menurutnya Perppu itu justru anti demokrasi.

"Perppu No 2/2022 tentang Cipta Kerja ini tidak sesuai dengan Amar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menghendaki pelibatan masyarakat dalam proses perbaikannya. Selain terbatasnya pelibatan publik, sejumlah elemen masyarakat sipil juga mengeluhkan terbatasnya akses terhadap materi UU selama proses revisi," kata AHY dalam keterangannya, Senin (2/1/2023) malam.

Ia menilai, penerbitan Perppu dianggap tak memiliki urgensi. Adanya putusan MK yang menyatakan UU Omnibus Law Cipta Kerja inkonstitusional seharusnya diperbaiki. Bukan justru diganti dengan adanya Perppu yang tidak partisipatif.

"Jika alasan penerbitan Perppu harus ada ihwal kegentingan memaksa, maka argumen kegentingan ini tidak tampak di Perppu ini. Bahkan tidak tampak perbedaan signifikan antara isi Perppu ini dengan materi UU sebelumnya," ujarnya.

Baca Juga: Perppu Cipta Kerja Diklaim Ciptakan Iklim Ketenagakerjaan Kondusif

Lebih lanjut, AHY menyebut jika terbitnya Perppu justru menandakan esensi demokrasi yang diabaikan oleh pemerintah.

"Lagi-lagi, esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite. Janganlah kita menyelesaikan masalah, dengan masalah," tuturnya.

AHY menuturkan, dengan lahirnya Perppu tersebut masyarakat khususnya para kaum buruh protes.

"Terbukti, pasca terbitnya Perppu ini, masyarakat dan kaum buruh masih berteriak dan menggugat lagi tentang skema upah minimum, aturan outsourcing, PKWT, aturan PHK, TKA, skema cuti, dan lainnya. Mari terus belajar. Janganlah kita terjerumus ke daam lubang yang sama," katanya.

Perppu Cipta Kerja

Baca Juga: Gegara Perppu Ciptaker, Libur Kerja Kini Cuma 1 Hari dalam Seminggu

Sebelumnya, Presiden Jokowi tiba-tiba melakukan 'manuver' yang membuat beberapa kalangan terkejut menjelang akhir tahun. Presiden yang kini memasuki periode kedua masa jabatannya itu mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Jokowi mengemukakan, perppu tersebut sebagai jawaban mengisi kekosongan hukum untuk urusan investor di dalam dan luar negeri.

"Karena itu untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum yang dalam persepsi investor baik dalam maupun luar (negeri)," kata Jokowi pada Jumat (30/12) lalu.

Ia kemudian menyebut, Perekonomian Indonesia pada 2023 itu bakal sangat tergantung pada investasi serta kekuatan ekspor. Lantaran itu, Jokowi memutuskan untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja untuk memastikan adanya payung hukum.

Tak hanya itu, ia menekankan saat ini Indonesia dalam posisi waspada akan ketidakpastian global pada tahun baru ini. Apalagi sudah ada 14 negara yang menjadi pasien IMF. Pun tak menutup kemungkinan masih ada negara lainnya yang mengantre menjadi pasien lembaga keuangan tersebut.

"Itu yang menyebabkan kita mengeluarkan perppu karena itu untuk memberikan kepastian hukum," tuturnya.

Sementara itu, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana menyebut langkah yang dilakukan Jokowi sebagai bentuk pelecehan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).

"Dengan mengambil jalan pintas menerbitkan Perppu, Presiden seolah menjawab sisi kebutuhan cepat, tetapi melecehkan dan tidak melaksanakan putusan MK," kata Denny dalam keterangan tertulisnya Sabtu (31/12).

Ia mengemukakan, jika nantinya akan disetujui DPR menjadi undang-undang, namun tidak ada pelibatan publik di dalamnya.

"Karena Perppu meskipun nantinya disetujui DPR menjadi undang-undang, pasti tidak melibatkan partisipasi publik sama sekali," katanya.

Sebelumnya, MK sendiri menyatakan Undang-Undang Ciptaker inkonstitusional secara bersyarat, setelah digugat kelompok masyarakat sipil.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI