Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendadak mengeluarkan keputusan mengejutkan jelang akhir tahun 2022. Ia tiba-tiba mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Beleid tertanggal 30 Desember 2022 itu merupakan tindak lanjut setelah Mahkamah Konstitusi (MK) pada 25 November 2021 lalu memutuskan, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat.
Jokowi beralasan, Perppu Nomor 2 Tahun 2022 itu dikeluarkan untuk mengisi kekosongan hukum terkait urusan investor di dalam dan luar negeri.
"Karena itu untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum yang dalam persepsi investor baik dalam maupun luar (negeri)," ujar Jokowi dalam jumpa pers pada Jumat (30/12/2022) pekan lalu.
Ia menyebut, perekonomian Indonesia pada 2023 itu bakal sangat tergantung pada investasi serta kekuatan ekspor. Karenanya, Presiden memutuskan untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja untuk memastikan adanya payung hukum.
Tak hanya itu, Jokowi menekankan saat ini Indonesia dalam posisi waspada akan ketidakpastian global pada tahun baru ini. Apalagi sudah ada 14 negara yang menjadi pasien IMF. Pun tak menutup kemungkinan masih ada negara lainnya yang mengantre menjadi pasien lembaga keuangan tersebut.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan, ada alasan mendesak di balik penerbitan Perppu Cipta Kerja.
"Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak, pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait ekonomi," kata Menko Airlangga di tempat dan waktu yang sama.
Ia beralasan, kondisi mendesak tersebut karena perekonomian global akan menghadapi resesi dan ancaman peningkatan inflasi serta ancaman stagflasi.
Baca Juga: Strategi Jokowi Keluarkan Perppu Cipta Kerja, Jalan Terbaik atau Jalan Berlubang di Tahun Resesi?
"Jadi kondisi krisis ini untuk emerging developing country menjadi sangat real, dan juga terkait geopolitik tentang Ukraine-Rusia dan konflik lain juga belum selesai dan pemerintah juga menghadapi tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan dan perubahan iklim," tuturnya.