"Pertama, kondisi darurat dalam Perppu UU Cipta Kerja bertolak belakang dengan asumsi makro ekonomi APBN 2023 dimana pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen cenderung tinggi," kata Bhima kepada Suara.com, Minggu (1/1/2022).
Ia mengemukakan, kalau ekonomi masih tumbuh positif, kenapa pemerintah menerbitkan Perppu ini? Sementara alasan kedua soal terbitnya Perppu Cipta Kerja justru menciptakan ketidakpastian kebijakan.
Ketidakpastian Kebijakan
"Masalah utama dalam daya saing salah satunya tingkat ketidakpastian kebijakan cukup tinggi, investor bisa ragu kalau aturan berubah-ubah," katanya.
"Padahal investor perlu kepastian regulasi jangka panjang. Idealnya pada saat pembuatan produk regulasi apalagi UU harus disiapkan secara matang.
![Ekonom Indef (Institute for Development of Economics and Finance) Bhima Yudhistira. [Suara.com / Adhitya Himawan]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2018/04/07/91447-ekonom-institute-for-development-of-economics-and-finance-indef-bima-yudhistira.jpg)
"Kalau terburu buru ya jadi masalah," katanya.
Ketiga, ia menilai tidak ada jaminan setelah Perppu terbit, investasi bisa meningkat karena sejauh ini banyak aturan turunan cipta kerja sudah berjalan tapi jumlah investasi yang mangkrak masih tinggi.
Sementara itu, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai jika ada pembahasan ulang akan terjadi politisasi.
“Ini tahun politik. Akan terjadi politisasi jika dilakukan pembahasan ulang,” kata Said Iqbal dikutip Minggu (1/1/2023).
Baca Juga: Presiden Partai Buruh Soal Jokowi Terbitkan Perppu Cipta Kerja: Dari Pada Dibahas DPR
Ia juga mengemukakan, tak menutup kemungkinan akan terjadi kejar tayang dan banyak permasalahan lain seperti ketika pembahasan Omnibus Law di awal.