Suara.com - Pengamat politik Hendri Satrio turut menanggapi isu Presiden Joko Widodo akan me-reshuffle kabinetnya, termasuk spekulasi bahwa menteri-menteri dari Partai NasDem yang akan dicopot.
Namun alih-alih membawa untung, Hensat menilai reshuffle kabinet yang direncanakan Jokowi malah akan berujung blunder. Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI itu mengimbau Jokowi untuk berhitung dengan cermat soal dampak politik yang timbul bila jadi melakukan reshuffle.
Hensat menegaskan reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif Jokowi sebagai presiden. Namun ada dampak yang harus dikalkulasi dengan tepat oleh Jokowi, apalagi bila reshuffle dilakukan dengan dalih kecewa kepada Partai NasDem.
Menurut Hensat, kesalahan keputusan Jokowi bisa berujung blunder dan membawa sentimen positif untuk lawan politiknya. Termasuk di antaranya memberi panggung untuk Partai NasDem memaksimalkan isu terzalimi dan akan diuntungkan di Pemilihan Umum 2024.
Baca Juga: Survei indEX Research: Di tengah Ancaman Resesi, Kepuasan Publik Terhadap Jokowi Tetap Kokoh
"Itu presiden kasih panggung NasDem. Bisa nembus tiga besar," terang Hensat dalam sebuah diskusi pada Rabu (28/12/2022).
Hensat mengingatkan politik Indonesia yang masih sangat dipengaruhi oleh sisi emosional. "Karena (bisa) dianggap partai yang dizalimi," jelas Hensat.
Hensat sendiri berpendapat memusuhi Partai NasDem bukanlah sikap yang tepat. Pasalnya Partai NasDem sudah berkomitmen untuk setia di koalisi pemerintahan Jokowi pasca kemenangan Pemilu 2019.
Sementara keputusan Partai NasDem mengusung Anies Baswedan di Pemilu 2024, ditegaskan Hensat, adalah momentum yang berbeda. Hensat menilai tidak ada kewajiban untuk partai dalam sebuah koalisi supaya selalu bersama dari pemilu ke pemilu.
"Kalau presiden tersinggung dengan Nasdem dan diganti, itu mencoreng level kenegarawanan," ujar Hensat.
Baca Juga: Ferdy Sambo Melawan, Gugat Presiden Jokowi dan Kapolri Gegara Tak Terima Dipecat dari Polri
Hensat juga menilai saat ini nama yang diisukan akan masuk ke kabinet sangat berpotensi menimbulkan gesekan.
Misalnya isu Jokowi akan memasukkan FX Hadi Rudyatmo yang notabene pernah ditegur PDIP karena blak-blakan mendukung Ganjar Pranowo, atau Tuan Guru Bajang (TGB) sebagai pengganti Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
"Masa iya tinggal setahun mau menimbulkan friksi?" ucap Hensat.
Menurutnya ada hal penting lain yang semestinya dilakukan Jokowi ketimbang sibuk mengurusi politik. Seperti bagaimana caranya mengakhiri pemerintahannya pada tahun 2024 mendatang dengan meninggalkan kesan yang baik.
Bukan berarti tidak boleh mengubah komposisi kabinetnya, tetapi Hensat mendorong Jokowi untuk melakukannya berbasis kinerja, seperti "menyapu" menteri yang malah sibuk mempersiapkan pencapresan.
"Kalau, misal, ternyata presiden (melakukan) reshuffle buat para menteri (yang) sibuk nyapres itu keren. Masyarakat tepuk tangan," tegas Hensat.
DISCLAIMER
Artikel ini merupakan kerja sama Suara.com dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.