Suara.com - Tim penasihat hukum Bharada Richard Eliezer alias Bharada E menghadirkan ahli pidana yang keterangannya di persidangan dapat meringankan kliennya. Diketahui, Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Ahli pidana itu adalah Albert Aries yang merupakan anggota tim pembahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), sekaligus juru bicara (jubir) RKUHP atau KUHP yang baru.
Albert Aries menyatakan kehadirannya sebagai saksi meringankan vonis Bharada E secara Prodeo-Pro Bono alias cuma-cuma. Simak deretan pernyataan jubir RKUHP ringankan vonis Bharada E berikut ini.
Poligraf Bisa Jadi Alat Bukti yang Sah
Sebelumnya, Bharada E bersama terdakwa lainnya telah menjalani tes poligraf atau lie detector. Berdasarkan penjelasannya, aturan soal barang bukti telah diatur dalam Pasal 39 KUHP dan alat bukti diatur dalam Pasal 184 KUHP.
Albert mengatakan KUHP tidak terbaharui dengan perkembangan teknologi terkini. Menurut Albert, terkait hasil lie detector tersebut tentu bisa dijadikan alat bukti yang sah bila diterangkan ahlinya di persidangan.
"Kita ketahui KUHP ini banyak tidak update dengan perkembangan terkini, teknologi sebagainya, maka ketika hasil pemeriksaan itu dibunyikan oleh keterangan ahli, maka (poligraf) bisa menjadi alat bukti yang sah dan sepenuhnya pertimbangannya otoritatif hakim untuk menilai," katanya dalam sidang yang digelar pada Rabu (28/12/2022) di PN Jaksel.
Soal Terpaksa Menjalankan Perintah
Tim pengacara juga bertanya soal kemungkinan Bharada E terbebas dari pidana meski mengakui menembak Brigadir Yosua.
Baca Juga: Daftar 35 Bukti Jadi 'Senjata Pamungkas' Demi Ringankan Hukuman Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi
Albert Aries menjelaskan tentang Pasal 51 KUHP ayat 1 yang berbunyi "Orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana".
Albert mengatakan ketika seseorang melakukan tindak pidana karena ada paksaan atau keadaan darurat maka tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana.
"Yang melakukan tindak pidana karena ada daya paksa atau overmacht atau keadaan darurat noodweer itu juga tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana," ungkapnya.
Kemungkinan Hakim Bisa Membebaskan Bharada E
Kemudian, Albert mengatakan hakim bisa membebaskan terdakwa jika merasa ragu tentang Bharada E bersalah atau tidak. Albert menyinggung Pasal 138 KUHAP terkait hakim yang tidak boleh menjatuhkan pidana bila tidak ada dua alat bukti.
Albert mengatakan dalam perbuatan pidana itu harus ada keyakinan telah terjadi suatu peristiwa dan yang menjadi terdakwa itu lah yang betul-betul melakukannya.
Menurut Albert, hakim dapat menggunakan asas in dubio pro reo bila ada keragu-raguan. Keragu-raguan itu terkait apakah terdakwa salah atau tidak dan kemudian majelis hakim harus membebaskan terdakwa.
"Pasal 183 ini dirumuskan secara negatif bahwa, izin yang mulia, hakim tidak boleh. Nah berarti memang berlaku lah adagium in dubio pro reo bukan in dubio pro lege artinya dalam keragu-raguan hakim harus membebaskan terdakwa," jelas Albert.
Kontributor : Trias Rohmadoni