Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyatakan Tragedi Kanjuruhan bukan termasuk sebagai pelanggaran HAM berat. Tragedi yang terjadi pada 1 Oktober 2022 itu menewaskan 133 orang.
"Berdasarkan laporan tidak menyebutkan adanya pelanggaran HAM berat," kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM/Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan/Komisioner Pengawasan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing di Jakarta, Kamis (29/12/2022).
Adapun laporan yang dimaksud ialah laporan pemantauan dan penyelidikan tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan Malang pada 2 November 2022.
Uli menyebut kalau Komnas HAM merujuk kepada laporan pemantauan tersebut untuk menyelidiki Tragedi Kanjuruhan.
Baca Juga: Peristiwa-peristiwa Penting Tahun 2022, Dari Kematian Emmeril Khan Hingga Tragedi Kanjuruhan
Lebih lanjut, Uli menerangkan kalau Komnas HAM saat ini tengah memantau rekomendasi dari laporan pemantauan yang dilakukan.
Senada dengan Komnas HAM, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga menyampaikan hal serupa.
Mahfud menyebut kalau Tragedi Kanjuruhan bukan termasuk ke golongan pelanggaran HAM berat. Itu ia sampaikan merujuk dari hasil penyelidikan Komnas HAM.
"Betulkah saya bilang kasus Tragedi Kanjuruhan bukan pelanggaran HAM Berat? Betul, saya katakan itu Selasa kemarin di depan PBNU dan para ulama di Surabaya. Itu adalah hasil penyelidikan Komnas HAM," kata Mahfud melalui akun Twitter @mohmahfudmd pada Rabu (28/12/2022).
"Menurut hukum yang bisa menetapkan adanya pelanggaran HAM Berat atau tidak itu hanya Komnas HAM," sambungnya.
Baca Juga: Deretan Peristiwa Penting Sepanjang Tahun 2022, Kematian Eril hingga Tragedi Kanjuruhan
Mahfud menilai banyak orang yang tidak bisa membedakan antara pelanggaran HAM berat atau tidak.
"Banyak yang tak bisa membedakan antara pelanggaran HAM berat dan tindak pidana atau kejahatan," jelasnya.
Mahfud lantas mencontohkan kalau pembunuhan atas ratusan orang secara sadis oleh penjarah itu bukan termasuk pelanggaran HAM berat, melainkan kejahatan berat. Sementara, satu tindak pidana yang hanya menewaskan beberapa orang bisa menjadi pelanggaran HAM berat.
Demi berupaya netral, Mahfud selalu mempersilakan Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan dan mengumumkannya sendiri apabila ada tindak pidana berskala besar.
"Apa ada pelanggaran HAM beratnya atau tidak. Misalnya, kasus Wadas, Kasus Yeremia, Tragedi Kanjuruhan, dan lain-lain. Kalau pemerintah yang mengumumkan bisa dibilang rekayasa."