Suara.com - Kubu Ferdy Sambo terus menepis pengakuan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu soal perintah tembak. Justru Sambo mengaku dirinya hanya memerintahkan Eliezer untuk menghajar Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Namun pengakuan Sambo ini disangsikan banyak orang, salah satunya Ahli Hukum Pidana dari Universitas Brawijaya, Aan Widiarto.
Lewat program Kompas Petang, Aan mengungkap beberapa kejanggalan yang membuatnya tidak percaya dengan pengakuan Sambo.
Aan menilai perbedaan diksi di persidangan hanyalah alibi masing-masing saksi. "Tapi kan hakim tidak hanya melihat dari satu fakta itu saja," tegas Aan, dikutip dari kanal YouTube KOMPASTV, Rabu (28/12/2022).
Baca Juga: 8 Kasus Hukum Terheboh Sepanjang 2022: Ferdy Sambo hingga Tragedi Kanjuruhan
"Sekarang begini. Orang disuruh isi magasin, disuruh bawa senjatanya, kalau hajar ya nggak pakai pistol, apa mau pakai gagang pistol? Kalau polisi mau menghajar pakai pukulan, pakai bela diri, itu dihajar," jelasnya menambahkan.
Menurut Aan, kata hajar dalam kasus Sambo harus tetap diperhatikan sesuai konteksnya.
"Kalau sudah mengisi magasin, kemudian bawa pistol, kata menghajar (memang) bukan membunuh, tapi itu tidak bisa membelokkan kalau kata-katanya (diartikan sebagai) membunuh," tutur Aan.
"Makanya Ricky Rizal itu tidak mau. Ini yang harus dipertimbangkan hakim. Ricky Rizal menolak (berarti) bukan (sekadar diperintahkan) menghajar. Kalau cuma kata menghajar saya rasa Ricky Rizal mau," tandasnya.
Aan juga menduga pembunuhan Yosua sudah direncanakan sejak di Magelang. Sebab menurutnya motif pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi seharusnya membuat Sambo bertindak sendiri alih-alih memerintahkan Eliezer menjadi eksekutor.
Baca Juga: Status Justice Collaborator Kliennya Diserang Saksi Kubu Sambo, Pengacara Bharada E Santai
"Seharusnya yang menembak itu Sambo ya, sebagai suami. Kalau yang disampaikan Sambo (ada) pelecehan seksual, pemerkosaan, yang tersinggung bukan Eliezer. Yang seharusnya emosi bukan Eliezer," terang Aan.
"Jadi dalam konteks ini yang tenang yaitu menyuruh orang lain melakukan sesuatu dan dua-duanya juga menunggui di situ, baik Sambo dan PC menunggu di rumah itu," lanjutnya.
Hal lain yang disoroti Aan adalah orang-orang di rumah Magelang, seperti Kuat Ma'ruf dan Bripka Ricky Rizal Wibowo yang turut diajak ke Jakarta. Padahal mereka berdua seharusnya bekerja untuk anak-anak Sambo di rumah Magelang.