Suara.com - Persidangan pembunuhan berencana Brigadir J hari Selasa (27/12/2022) menghadirkan saksi ahli untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Salah satunya ahli hukum pidana dari Universitas Andalas, Elwi Danil, yang hadir sebagai saksi ahli untuk meringankan Sambo.
Namun pertanyaan dari salah satu penasihat hukum Sambo kekinian dianggap blunder. Pasalnya saksi ahli malah mengungkap potensi Sambo menerima hukuman pidana sementara membebaskan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu selaku eksekutor.
Awalnya penasihat hukum Sambo mempertanyakan perbedaan jenis pidana yang melibatkan pelaku intelektual (intellectual dader) dan pelaku materil atau eksekutor (materil dader).
Kedua jenis pidana yang dimaksud doenpleger dan uitlokking. "Kedua jenis penyertaan ini menempatkan adanya dua orang," kata Elwi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Di dalam doenpleger adalah orang yang menyuruh melakukan dan orang yang disuruh melakukan. Sedangkan di dalam uitlokking adalah orang menggerakkan untuk melakukan dan digerakkan untuk melakukan," sambungnya.
Setelah itulah Elwi menyinggung soal potensi hanya pelaku intelektual yang harus bertanggung jawab secara pidana sementara eksekutornya tidak. Hal ini merujuk pada pidana doenpleger.
"Kalau dalam doenpleger, orang yang disuruh melakukan itu adalah orang yang tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban secara pidana," jelas Elwi.
"Dia hanya semata-mata berkedudukan sebagai instrumen atau alat dari pelaku intelektual, dan orang yang disuruh melakukan itu tidak bisa dipidana, sedangkan yang dipidana adalah orang yang menyuruh melakukan," lanjutnya.
Hal ini berbeda dengan kedudukan pelaku intelektual dan materil di kasus uitlokking. "Dalam uitlokking, kedua-duanya bisa dihukum, bisa dipidana, baik orang yang menggerakkan maupun yang digerakkan," tutur Elwi.
Sejauh ini publik menduga keras bahwa Sambo lah pelaku intelektual dalam kasus pembunuhan yang turut "mengorbankan" 95 anggota polisi ini, sementara Eliezer cuma dijadikan alat.
Eliezer mengaku diperintah oleh Sambo. Ditambah dengan besarnya relasi kuasa di antara kedua pihak membuat Eliezer mengaku tidak sanggup menolak dan berakhir menembakkan timah panas ke tubuh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Kendati demikian belum bisa dipastikan jenis pidana apa yang menjerat Sambo dan Eliezer di perkara ini.