Suara.com - Urusan pemberian rumah oleh negara untuk presiden dan wakil presiden kembali mencuat setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi memilih dibangunkan rumah di kawasan Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Dulu sejumlah mantan presiden dan wakil presiden sempat ditawarkan uang tunai sebagai pengganti pemberian rumah.
Pemberian rumah oleh negara itu memiliki aturan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Pada 2014 silam, pemerintah justru memberikan uang tunai kepada eks Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan eks Wakil Presiden (Wapres) Boediono. Uang tunai itu diberikan sebagai pengganti rumah.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) pada kala itu yakni Sudi Silalahi mengungkapkan pihaknya sulit mencari rumah untuk diberikan kepada SBY dan Boediono. Lagipula, harga rumah di Jakarta pada kala itu sangat mahal.
Baca Juga: Demokrat Ingatkan Jokowi Hati-hati Lakukan Reshuffle Kabinet: Waktu Bekerja Tinggal Dua Tahun
"Iya (diberikan lebih kepada nilainya), karena sulit kan kita mau mencari (rumah) di Jakarta ini siapa yang mau jual tanah dan harganya enggak karu-karuan, berbeda-beda antar satu dengan yang lain," kata Sudi melansir dari Setkab.go.id pada Senin (26/12/2022).
Bukan hanya kepada SBY dan Boediono. Pemberian rumah oleh negara juga dilakukan untuk Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla atau JK.
Meski dirinya melanjutkan masa jabatnya sebagai wakil presiden, JK berhak mendapatkan rumah tersebut
Di dalam Pasal 1 ayat 2 Perpres Nomor 52/2014 disebutkan bahwa mantan presiden dan atau mantan wakil presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya diberikan sebuah rumah kediaman yang layak. Di dalam ayat lanjutannya disebutkan bahwa mantan presiden dan atau wakil presiden hanya berhak mendapatkan rumah maksimal satu kali.
JK Sempat Bantah Meminta Rumah Negara
Baca Juga: 'Slengean Vs Pendiam', Ekspresi Kaesang dan Erina Foto Bulan Madu Jadi Omongan
JK sempat membantah kalau dirinya meminta negara untuk diberikan rumah. Adapun ia menegaskan kalau pemberian rumah itu telah diatur dalam undang-undang.
"Saya tidak pernah meminta. Itu undang-undang, cara negara untuk menghargai para pemimpinnya," kata JK di rumah orang tua Presiden RI ke-3 BJ Habibie di Gorontalo, Jumat (13/6/2014).
Lebih lanjut, JK menjelaskan berdasarkan UU maka dalam waktu selambat-lambatnya enam bulan negara memberikan rumah kepada mantan presiden dan wakil presiden.
Menurut JK karena hal itu merupakan ketentuan UU, maka tidak perlu ditagih.
"Ini (rumah) tidak usah ditagih, ini bahaya, kalau begitu bisa-bisa pak SBY nanti juga tidak dapat rumah," kata JK.
JK menceritakan seusai dirinya pensiun sebagai wapres, pada tahun 2010 Mensesneg Sudi Silalahi datang ke rumah menanyakan soal pemberian rumah.
"(Waktu itu) Saya ditanya Sudi, bapak mau dimana? Ya yang dekat rumah saja (Brawijaya). Dulu (2010) masih terjangkau, tapi sampai empat tahun tidak juga diputuskan. Karena tidak cepat mungkin naik. Pemerintah ini sudah selama empat tahun tak ada juntrungannya," kata JK.
JK juga menjelaskan kalau saat itu Sudi Silalahi mengatakan takut jika melanggar UU.
Karena itu, kalau Dipo Alam menyatakan sangat janggal jika disebut dirinya yang mendesak pemberian rumah.
JK meminta Dipo Alam untuk mengecek UU terlebih dahulu baru berbicara.
JK justru merasa heran jika sekarang dibuatkan peraturan presiden karena hal itu sudah jelas diatur dalam UU.