Suara.com - Akademisi dan pengamat politik Ade Armando mengatakan Anies Baswedan meninggalkan beban kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait penyelenggaraan Formula E yang masih akan dilanjutkan dalam dua tahun mendatang.
Dilansir dari Warta Ekonomi pada Senin (26/12), Ade menilai Anies menciptakan beban untuk Pemprov DKI setelah dirinya tidak lagi menjabat sebagai orang nomor satu di Jakarta.
Sebagai catatan, ajang balapan internasional Formula E masih akan diselenggarakan di Jakarta pada 2023 dan 2024.
“Sebenarnya Anies tidak diizinkan melalukan komitmen yang penanganan programnya melalui masa jabatannya," kata Ade Armando. “Namun, ya, namanya Anies, aturan semendasar itu pun dilanggarnya."
Pemprov DKI juga telah membayar commitment fee kepada FIA selaku penyelenggara balapan sebesar Rp 650 miliar. Armando menyebut masih ada kekurangan dana hingga mnecapai Rp 90 miliar.
"Kini, yang harus menanggung akibat semua itu ya Pemprov DKI, masih ada kewajiban untuk menjalankan Formula E selama dua tahun berturut-turut," pungkasnya.
Meski demikian, Ade juga mengakui bahwa Pemprov DKI mengadapi dilema terkait keuangan Formula E karena commitment fee yang sudah dituangkan untuk disajikan kembali.
Oleh karena itu, Ade Armando mendukung rilisnya laporan keuangan terkait penyelenggaraan Formula E.
Sebelumnya, terkait penyelenggaraan Formula E, Anies telah dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada September. Namun, hingga pekan lalu, KPK mengaku masih kesulitan membuktikan kasus dugaan korupsi Formula E di DKI Jakarta sehingga, sampai saat ini, KPK belum bisa menyimpulkan dugaan tersebut.
Salah satu kesulitan yang dihadapi berkaitan dengan pemanggilan beberapa pihak untuk dimintai keterangan. Pasalnya, perkara ini masih berada di tahap penyidikan.
KPK tak bisa memaksa mereka untuk datang, terlebih jika mereka bukanlah berasal dari elemen pemerintahan.
"Kalau aparat pemerintah, negara, (dipanggil) enggak datang, kami laporkan ke atasannya," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, pada Rabu (21/12).
Namun, KPK sulit menggunakan strategi yang sama jika pihak yang dipanggil berasal dari swasta.
"Karena sifatnya (kalau yang dipanggil swasta) masih volunteer (sukarelawan)," tuturnya.
Selain Anies, KPK juga telah meminta keterangan Ketua DPRD Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, dan Direktur Utama Jakpro, Widi Amanasto.