Suara.com - Kuasa Hukum terdakwa Ferdy Sambo mempertanyakan soal unsur pelecehan seksual pada ahli pidana Mahrus Ali yang dihadirkan pada sidang lanjutan, PN Jaksel Kamis (22/12/ 2022).
Menurut dia, pelecehan seksual kerap terjadi di ruang-ruang privat, sehingga saksi dari peristiwa itu hanya korban dan pelaku. Oleh sebab itu, hasil visum menjadi satu-satunya bukti guna mengungkap kebenaran.
Namun, bagaimana kalau visum tersebut tidak ada? hal ini terjadi pada Putri Candrawathi yang mengaku diperkosa Brigadir Yosua tanpa visum.
"Pertanyaan saya begini visum tidak ada itu terkait dengan tantangan yang lebih berat yang ada di jaksa untuk membuktikan, tapi dia tidak menghilangkan tidak adanya kejahatan," katanya dikutip dari tayangan Kanal YouTube Tribunnews.
Baca Juga: Terkuak, Curhat Sakit Hati Kuat Maruf hingga Tangis Putri Karena Dipaksa Sambo Akui Pelecehan
Merespon jawaban dari saksi ahli, jaksa penuntut umum (JPU) pun tampak tertawa saat dan mengangguk berkali-kali. Mereka terlihat kegirangan.
Meski begitu, Mahrus Ali meminta untuk tak langsung menyimpulkan. Menurut dia, korban tak melakukan visum bukan berarti tak ada kejahatan.
"Karena tidak semua korban kekerasan seksual melapor. Kenapa tidak melapor karena juga banyak faktornya," Kata Mahrus.
Sebagai informasi, Sambo mengaku emosi mengetahui istrinya, Putri Candrawathi, diperkosa oleh Brigadir Yosua di rumah Magelang. Sambo mengaku memanggil Brigadir Yosua untuk mengonfirmasi peristiwa itu, tetapi justru berakhir menjadi aksi eksekusi mati dengan dibantu Bharada E.
Tidak hanya Sambo, ada 4 tersangka yang turut terlibat dalam kasus Duren Tiga berdarah.
Baca Juga: Kuasa Hukum Istri Ferdy Sambo Minta Pelaku Pembunuh Yosua Dihukum Seadil-adilnya
Adapun keempat tersangka itu adalah Bharada E atau Richard Eliezer (ajudan Sambo), Bripka RR atau Ricky Rizal (ajudan Sambo), Kuat Ma'ruf (asisten keluarga Sambo), dan Putri Candrawathi (istri Sambo).
Mereka dituntut melanggar Pasal 340 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 Subsider Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 dengan ancaman tuntutan maksimal 20 tahun penjara atau pidana mati.