Harga Pangan di Australia Naik, Pebisnis Kuliner Asal Indonesia Dipaksa Sesuaikan Strategi Demi Bertahan

Diana MariskaABC Suara.Com
Jum'at, 23 Desember 2022 | 13:15 WIB
Harga Pangan di Australia Naik, Pebisnis Kuliner Asal Indonesia Dipaksa Sesuaikan Strategi Demi Bertahan
Ilustrasi telur - penyebab harga telur naik (Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bisnis makanan yang dimiliki warga diaspora Indonesia di Australia ikut terpengaruh dengan meningkatnya harga-harga bahan pokok selama beberapa bulan terakhir, terutama menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.

Kenaikan harga bahan baku dirasakan oleh Grace Pujianti, pemilik bisnis kue di Melbourne bernama Heartious Cake.

"Bahan yang paling mahal adalah mentega, yang diimpor dari Indonesia [tapi selain itu bahan] yang harganya naik agak banyak [misalnya] susu, telur, buah-buahan."

Walau demikian, Grace yang tadinya menjalankan bisnis kue di Bandung memutuskan untuk tidak menaikkan harga kue-kuenya.

"Rasanya enggak fair kalau menaikkan harga secara tiba-tiba di saat pelanggan sudah order dari jauh hari sebelumnya," kata Grace.

"Untuk saat ini, sampai akhir tahun, margin lebih kecil tidak apa-apa. Yang penting kebutuhan pelanggan terpenuhi."

Kenaikan harga bahan baku utama telur

Di Sydney, Lylyana Sujatna yang akrab disapa Lyly, sudah merasakan kenaikan bahan baku utama produknya, yaitu telur, setidaknya sejak empat bulan yang lalu.

Menurutnyaharga telur yang naik sekitar 40 persen, sementaraharga mentega meningkat hingga 25 persen.

Sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya sejak memulai bisnis tahun 2016 lalu.

"Selama ini kenaikan harga pasti ada, tapi enggak sampai setinggi ini dan semua naik," kata Lyly, pemilik Bakul Kue Indo Sydney sejak 2016 lalu.

"Memang pernah ada krisis telur sehingga otomatis harga telurnya naik, pernah juga butter[menjadi] langka, cuma hanya saat ini yang serentak semua harga produk naik."

Lyly mengaku merasa tidak ada pilihan, sehingga harusmenaikkan harga produknya tapimasih "sewajarnya" yakni maksimal 5 dolar untuk satu produk kue.

"Untungnya kenaikan harga ini tidak memengaruhi jumlah pesanan," ujarnya.

"Beberapa pelanggan menyadari kalau harga kuenya naik, tapi mereka masih mengerti karena pada dasarnya semua orang merasakan harga barang yang naik."

Lyly mengatakanNatal adalah momen "puncak" bagi para pembuat kue, dengan pesanan kue yang bertambah dua kali lipat.

"Kalau setiap bulan ada pesanan kue ulang tahun, waktu Natal dua kali lipat, karena ada untuk pesta Natal, belum lagi bingkisan Natal yang mau dibagi-bagikan ke orang," ujarnya.

Restoran ikut menyesuaikan harga

Bukan hanya bagi pemilik toko kue, kenaikan harga juga dirasakan bagi para pengusaha makanan dan restoran lainnya.

Jessica Lie adalah pemilik bisnis makanan bernama The Sawah di Sydney, yang sudah beroperasi selama lima tahun.

Menurut Jessica kunjungan pelanggan ke restorannyamulai meningkat jika dibandingkan dengan beberapa bulan lalu.

"Tetapi tahun ini cenderung lebih kurang dibandingkan dengan menjelang Natal tahun-tahunsebelumnya."

Jessica mengatakan harga makanan di restorannya terpaksa naik sejak beberapa bulan lalu akibat harga bahan baku yang didapatkan dari 'supplier' juga semakin meningkat.

Harga bahan pokok yang meningkat tajam menurutnya adalah harga ayam, daging, sayur yang beberapa bulan terakhir naik 30 sampai 40 persen.

"Selain itu juga kenaikan upah minimum tenaga kerja yangtiap tahun naik," kata Jessica Lie.

Dengan perkiraan harga pangan yang akan terus naik,Paulus Tedjalaksana, pemilik Restoran Ny Ratna di Melbourne, mengatakan ia akan menyesuaikan harga di tahun 2023.

"Terakhir kami melakukan penyesuaian harga di pertengahan tahun 2022," katanya kepada ABC Indonesia.

"Kami tidak melakukan penyesuaian harga menjelang Natal, tapi kami berencana untuk menaikkan harga di tahun 2023."

Paulus, yang sudah menjalankan bisnis makanan di Melbourne sejak tahun 2016, melihat permintaan menjelang Natal kali ini menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Itulah yang menurutnya menjadi salah satu alasan mengapa mereka tidak melakukan penyesuaian harga menjelang Natal karena mereka melihat adanya daya beli masyarakat sekarang ini di Australia yang menurun.

Untuk mengatasi penurunan daya beli,Paulus mengatakan restorannya berusaha untuk membuat paket-paket makanan agar pelanggan tetap dapat menikmati makanan dengan biaya terjangkau.

"Contohnya menjelang Natal ini kami mengeluarkan Paket Ayam Kodok yang dipasangkan dengan Macaroni Schotel atau dengan Pastel Special," katanya.

Paulus mengatakan masalah yang dihadapi oleh pemilik bisnis makanan adalah harga yang tak menentu di pasaran.

"Minyak goreng, telor, sayuran harganya tidak stabil, kadang bisa meningkat dengan tajam untuk sayur-sayur tertentu," katanya.

"Tetapi kemudian harganya menurun kembali dan ganti dengan sayur lain yang tiba-tiba harganya meningkat tajam."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI