Suara.com - Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengatakan kepada Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, bahwa AS akan tetap mendukung Ukraina "selama diperlukan" dalam perang dengan Rusia dalam pertemuan keduanya di Washington.
Sementara itu, Vladimir Putin percaya Rusia tidak bisa disalahkan atas perang di Ukraina, seraya mengatakan bahwa kedua negara "berbagi tragedi".
Dalam pidato bersama pejabat militer senior, yang disiarkan di televisi, sang presiden Rusia berkata dia masih melihat Ukraina sebagai "negara saudara".
Pada Februari lalu, Presiden Putin mengirim hingga 200.000 tentara ke Ukraina, memicu perang yang telah menyebabkan ribuan kematian.
Dia mengklaim konflik tersebut adalah "hasil dari kebijakan negara ketiga".
Teori tersebut, yang menyiratkan ekspansi Barat sebagai penyebabnya, sudah berulang kali ditolak di luar Rusia.
Dalam pidatonya, Presiden Putin mengklaim bahwa Barat telah "mencuci otak" republik-republik pasca-Soviet, dimulai dengan Ukraina.
Dia berkata: "Selama bertahun-tahun, kami mencoba membangun hubungan bertetangga yang baik dengan Ukraina, menawarkan pinjaman dan energi murah, tetapi tidak berhasil."
Kekhawatiran lama Presiden Putin tampaknya berakar dari perkembangan NATO sejak Uni Soviet runtuh pada tahun 1991.
Tujuan awal NATO adalah untuk menantang ekspansi Rusia setelah Perang Dunia Kedua, namun Kremlin sudah lama berargumen bahwa masuknya mantan-mantan sekutu Soviet menjadi anggota NATO mengancam keamanannya.
Ketegangan antara Kremlin dan Barat meningkat setelah penggulingan Presiden Ukraina pro-Kremlin Viktor Yanukovych pada tahun 2014, menyusul berbulan-bulan aksi protes jalanan.
Dalam pidatonya, Presiden Putin melanjutkan: "Tidak ada yang perlu disalahkan pada kita. Kita selalu menganggap rakyat Ukraina sebagai saudara dan saya masih berpikir demikian.
"Apa yang terjadi sekarang adalah sebuah tragedi, tapi itu bukan salah kita."
Rusia telah meluncurkan lebih dari 1.000 rudal dan dron senjata buatan Iran dalam gelombang serangan terhadap infrastruktur listrik Ukraina yang dimulai pada 10 Oktober.
Serangan tersebut telah mengakibatkan jutaan orang kini hidup tanpa listrik.
Para pejabat militer Rusia berjanji untuk melanjutkan hal yang mereka sebut "operasi militer khusus" sampai tahun 2023.
Ketika Rusia melancarkan invasi besar-besaran pada bulan Februari, Presiden Putin berjanji hanya tentara profesional yang akan ikut serta.
Tetapi, pada bulan September semuanya berubah ketika dia mengumumkan "mobilisasi parsial", yang berpotensi merekrut ratusan ribu warga Rusia ke dalam angkatan bersenjata.
Sekarang, Menteri Pertahanan Sergei Shoigu telah mengusulkan untuk memperlebar rentang usia wajib militer Rusia.
Di bawah undang-undang yang berlaku saat ini, warga Rusia berusia 18-27 tahun dapat dipanggil untuk wajib militer - Shoigu mengusulkan ini diubah jadi mencakup warga berusia 21-30 tahun.
Shoigu juga mengumumkan rencana untuk mendirikan pangkalan di dua kota pelabuhan - Berdyansk dan Mariupol - yang direbut dalam serangan Rusia.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir pasukan Ukraina telah mencapai serangkaian kemenangan besar, termasuk merebut kembali Kherson - satu-satunya ibu kota regional yang berhasil direbut oleh pasukan Rusia sejak invasi dimulai.
Pidato itu disampaikan saat pemimpin Ukraina Volodmyr Zelensky tiba di Washington untuk kunjungan pertamanya di luar Ukraina sejak Rusia memulai invasi 10 bulan lalu.
Zelensky minta AS kirim lebih banyak senjata
Dalam kunjungan tersebut, Presiden Joe Biden mengatakan kepada Zelensky bahwa AS akan tetap mendukung Ukraina "selama yang diperlukan" dalam perangnya dengan Rusia.
"Kalian tidak akan pernah sendirian," kata Biden.
Biden mengonfirmasi paket bantuan tambahan senilai lebih dari 2 miliar dolar AS (Rp 31 triliun) untuk Ukraina dan menjanjikan tambahan 45 miliar dolar (Rp 699 triliun) - tapi ini perlu persetujuan dari Kongres.
Zelensky mengungkapkan rasa terima kasihnya atas dukungan Washington.
Pada konferensi pers bersama hari Rabu (21/12), Biden berkata kepada wartawan bahwa dia "sama sekali tidak khawatir" tentang mempertahankan koalisi internasional.
Di tengah kekhawatiran bahwa beberapa negara mitra mungkin merasakan dampak konflik serta gangguan pasokan pangan dan energi global, presiden AS mengatakan dia merasa "sangat yakin" dengan solidaritas dukungan untuk Ukraina.
Biden mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin "tidak berniat menghentikan perang yang kejam ini".
Sebagai mitra terpenting Ukraina, AS telah berkomitmen memberikan 50 miliar dolar (Rp 777 triliun) dalam bentuk bantuan kemanusiaan, keuangan, dan keamanan - jauh lebih banyak daripada negara lain mana pun.
Zelensky - mengenakan kaus dan sepatu bot warna hijau khasnya - mengungkapkan harapan bahwa Kongres akan menyetujui tambahan 45 miliar dolar bantuan ke Ukraina untuk "membantu kami mempertahankan nilai-nilai, nilai-nilai dan kemerdekaan kami".
Partai Republik - yang akan menguasai DPR pada bulan Januari - sudah memperingatkan bahwa mereka tidak akan menulis "cek kosong" untuk Ukraina.
Tetapi Zelensky, yang bepergian dengan jet Angkatan Udara AS dari kota Rzeszow di Polandia, mengatakan bahwa "terlepas dari perubahan di Kongres", dia yakin akan ada dukungan bipartisan untuk negaranya.
Setelah pertemuan di Gedung Putih, sang presiden Ukraina berpidato pada sidang gabungan Kongres, mengatakan kepada anggota parlemen AS bahwa negaranya tidak akan pernah menyerah, tetapi membutuhkan lebih banyak senjata.
"Kami punya artileri, ya, terima kasih," katanya kepada hadirin yang menyambutnya dengan tepuk tangan meriah. "Apakah itu cukup? Sejujurnya, tidak juga."
Dia menambahkan: "Supaya tentara Rusia bisa benar-benar mundur, diperlukan lebih banyak meriam dan peluru."
Mengakhiri pidatonya, Zelensky menyerahkan kepada Kongres sebuah bendera pertempuran Ukraina yang ditandatangani oleh para pejuang di Bakhmut.
Itu adalah kota yang menjadi medan peperangan di timur Ukraina yang dikunjungi sang presiden sebelum berangkat ke Washington.
Paket bantuan keamanan yang diumumkan oleh Washington pada Rabu mencakup sistem rudal Patriot baru.
Kehadiran rudal ini diharapkan dapat membantu Ukraina melindungi kota-kotanya dari rudal dan drone yang ditembakkan Rusia ke fasilitas-fasilitas penting.