Suara.com - Terdakwa Ferdy Sambo menyebut kerja penyidik kepolisian dalam penanganan kasus kematian Brigadir Yosua terkesan subjektif.
Sebelumnya, Ahli Kriminolog Mustofa menyampaikan pendapatnya terkait kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Mustofa mengatakan, pelecehan seksual yang diklaim Putri Candrawathi tidak bisa dijadikan motif yang kuat bagi Ferdy Sambo.
Hal itu dibeberkan dalam sidang lanjutan di pengadilan negeri Jakarta Selatan pada Senin (19/12/2022).
Mantan Kadiv Propam Polri tersebut membantah dan menanggapi Ahli Kriminolog bahwa konstruksi yang diberikan penyidik tidak menyeluruh kepada para Ahli.
Baca Juga: Fakta Grup WhatsApp Duren Tiga, Akhirnya Terungkap Sosok dengan Nama Kontak 'Tuhan Yesus'
"Sangat disayangkan apabila konstruksi yang dibangun penyidik adalah konstruksi yang tidak menyeluruh diberikan kepada ahli, sehingga hasilnya juga tidak akan komprehensif dan justru subjektif," kata Sambo saat membantah keterangan ahli kriminolog dikutip dari tayangan YouTube KOMPASTV pada Selasa, (20/12/2022).
Suami Putri Candrawathi menduga bahwa penyidik menginginkan semua orang yang ada di lokasi kejadian menjadi tersangka.
"Di mana penyidik ini menginginkan semua dalam rumah itu harus jadi tersangka . Sekali lagi mohon maaf," tuturnya.
Sebagai informasi, Sambo mengaku emosi mengetahui istrinya, Putri Candrawathi, diperkosa oleh Brigadir Yosua di rumah Magelang. Sambo mengaku memanggil Brigadir Yosua untuk mengonfirmasi peristiwa itu, tetapi justru berakhir menjadi aksi eksekusi mati dengan dibantu Bharada E.
Tidak hanya Sambo, ada 4 tersangka yang turut terlibat dalam kasus Duren Tiga berdarah.
Adapun keempat tersangka itu adalah Bharada E atau Richard Eliezer (ajudan Sambo), Bripka RR atau Ricky Rizal (ajudan Sambo), Kuat Ma'ruf (asisten keluarga Sambo), dan Putri Candrawathi (istri Sambo).
Mereka dituntut melanggar Pasal 340 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 Subsider Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 dengan ancaman tuntutan maksimal 20 tahun penjara atau pidana mati.