Suara.com - Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan mengaku heran dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Arifin yang bisa menjadi pejabat Pemprov DKI paling kaya. Padahal, kinerja Arifin disebutnya tidak memiliki prestasi yang menonjol.
Tigor mengaku kerap menerima banyak pengaduan masyarakat tentang hancurnya trotoar akibat dikuasai oleh pedagang kaki lima (PKL). Bahkan, petugas Satpol PP disebutnya terkesan membiarkan maraknya PKL di tempat yang tidak seharusnya.
"Hingga saat ini terkesan Satpol PP membiarkan pedagang kaki lima merajalela, menduduki trotoar seperti terjadi di kawasan Kota Tua dan kawasan sekitar Gran Indonesia," ujar Tigor kepada wartawan, Selasa (20/12/2022).

Selain PKL, di dua lokasi itu juga disebutnya marak dengan parkir liar yang mengakibatkan kemacetan. Hal ini disebutnya sudah terjadi bertahun-tahun dan tidak pernah ada perbaikan dari Pemprov DKI.
"Anehnya bertahun-tahun warung liar yang jumlahnya banyak sekali itu bisa bertahan berdiri tegak tanpa ada penertiban dari Satpol PP hingga hari ini. Padahal tugas Satpol PP adalah menegakan Peraturan Daerah (Perda), menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat," jelasnya.
Tigor bahkan mengaku mendapatkan informasi para PKL ini aman dari gusuran karena sudah menyetorkan sejumlah uang kepada petugas Satpol PP. Tigor pun menyayangkannya jika hal ini benar terjadi karena tugas Satpol PP seharusnya menertibkan PKL dan parkir liar.

"Informasi yang saya dapat bahwa ada setoran wajib sekitar Rp1 juta sampai Rp1,6 juta dipungut dari setiap warung liar oleh oknum Satpol PP," ucapnya.
"Begitu pula setiap pedagang kaki lima yang menjual makanan minuman saat Hari Bebas Kendaraan' Bermotor (HBKB) pada setiap hari Minggu dipungut oleh oknum Dinas Perhubungan biaya Rp180 ribu setiap bulannya," katanya menambahkan.
Karena itu, ia meminta agar KPK dan Inspektorat turun tangan memeriksa LHKPN pejabat DKI termasuk Arifin. Ia curiga pendapatan mereka juga berasal dari setoran ilegal seperti PKL dan parkir liar.
"Bisa jadi semua biaya atau atau pungutan liar ini yang membuat keberadaan warung liar bisa bertahan eksi hingga hari ini dan memperkaya oknum aparat Pemprov Jakarta," pungkasnya.