Suara.com - Kriminolog dari Universitas Indonesia Muhammad Mustofa, yang menjadi saksi ahli pada sidang pembunuhan Brigadir J, maragukan laporan pelecehan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak pun membeberkan tiga hal yang disampaikan krimonolog. Keterangan dari kriminolog tersebut disetujui oleh pengacara keluarga Brigadir J itu.
Martin mengaku hal tersebut sesuai dengan apa yang ingin ia sampaikan selama ini kepada pengacara Putri Candrawathi, Febri Diansyah, dan rekan penasehat hukum lainnya.
Pertama, kriminolog Mustofa menilai bahwa tidak adanya cukup bukti terkait motif pemerkosaan kepada Putri.
Baca Juga: Minta Hakim Objektif, Ferdy Sambo: Penyidik Tersangkakan Kami Semua di Duren Tiga!
Pasalnya, tidak ada visum yang dilakukan oleh Putri Candrawathi untuk membuktikan adanya bukti kekerasan dan pelecehan seksual yang dialaminya.
"Lalu yang berikutnya, apakah keterangan atau pendapat ahli dari psikolog forensik yang selama ini mereka gadang-gadang dan mereka klaim menguntungkan mereka itu, bisa dijadikan sebagai suatu keterangan ahli/menambahkan keterangan saksi, yang mengaku menjadi korban ini sebagai suatu peristiwa?" kata Martin dikutip Suara.com dari tayangan tvOneNews, Selasa (20/12/2022).
Menjawab pertanyaan tersebut Mustofa menyebut bahwa keterangan psikolog forensik tersebut tidak bisa dijadikan keterangan saksi ahli yang menyebut Putri sebagai korban pelecehan.
"Dari segi kausalitas atau sebab akibat dari suatu hal itu tidak bisa membuat suatu kesimpulan," ungkap Martin.
Pasalnya, pemerkosaan tersebut masuk ke dalam delik materil, yang dinilai harus ada bukti ilmiah.
Baca Juga: Apa Itu Embalming? Jadi Alasan Otak Brigadir J Dipindahkan ke Perut
"Harus ada dampak kerusakan alat kelamin yang dialami oleh Putri yang menjadi korban dalam bentuk scientific ataupun dalam bentuk pemeriksaan ahli," jelasnya.
Menurut Martin, ucapan kriminolog mematahkan klaim-klaim kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi yang berkukuh dengan dugaan kekerasaan maupun pelecehan seskual.
Martin bahkan menyebut kubu Ferdy Sambo dan Putri selalu menyerang harkat dan martabat Brigadir J beserta keluarganya secara membabi buta.
Hal ketiga yang Martin dan saksi ahli kriminolog sependapat adalah soal kemarahan yang belum tentu tidak bisa berfikir jernih.
"Tadi ada dua kualifikasi yang disampaikan mengenai marah. Marah spontan dan marah yang bisa berfikir," tutur Martin.
"Nah tadi saya sependapat bahwa dalam hal ini kan, dalam fakta persidangan, yang namanya perencanaan unsurnya terbukti melalui kesaksian dan juga bukti-bukti yang lain. Lalu memilih sejata juga sudah terbukti di persidangan," jelasnya.
Martin juga menyebut bahwa Ferdy Sambo sudah terbukti di persidangan, bahwa sang mantan Kadiv Propam itu memilih tempat, melibatkan orang lain, hingga perencanaan dalam pembunuhan terhadap Brigadir J.
"Bahkan ada lagi yang lebih mengerikan. Sudah mempersiapkan untuk melakukan obstruction of justice. Lalu apalagi?" tandasnya.
Lantas menurut Martin, apa pun keputusan Majelis Hakim dalam kasus pembunuhan Brigadir J ini sudah bisa ditebak.