Suara.com - Megawati Soekarnoputri menjadi sosok besar yang kiprahnya sudah malang melintang di perpolitikan Indonesia.
Megawati menjadi satu-satunya tokoh perempuan yang pernah menduduki kursi orang nomor satu dan nomor dua di pemerintahan. Kekuatan Megawati tak meredup, dia kini menjadi ketua umum partai penguasa 10 tahun terakhir.
Lalu bagaimana jika Megawati tak pernah hadir di perpolitikan Indonesia?
Melalui berbagai sumber, berikut beberapa konsekuensi jika Megawati tak pernah menjabat jadi orang nomor satu di Indonesia, antara lain:
1. Kondisi Politik Kacau
Melansir dari kanal YouTube Pinter Politik, ada kemungkinan kondisi politik Indonesia kacau jika Gus Dur meneruskan kepemimpinannya. Pasalnya Gus Dur sering kali bersinggungan dengan DPR yang membuat panas hawa politik.
Pada tahun pemerintahannya Gus Dur bahkan sempat berniat untuk membubarkan DPR pada maklmat 23 Juli 2001. Lengsernya Gus Dur menaikkan Megawati yang disebut membuat kondisi politik lebih stabil.
2. Pemilihan Presiden Masih oleh MPR
Pemilihan presiden langsung oleh rakyat baru ditetapkan di era pemerintahan Magawati. Diketahui bahwa presiden di Indonesia sebelumnya dipilih melalui MPR.
Baca Juga: Elektabilitas Disebut Turun Efek Pencapresan Anies, Partai NasDem Tak Ambil Pusing
Megawati pada era kepemimpinannya memerintahkan Fraksi PDIP di MPR RI untuk mengusung Amandemen UUD NRI 1945. Amandemen itu dilakukan agar Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, bukan lagi MPR.
Hal ini yang kemudian memengaruhi praktik Pemilihan kepala Daerah pasca-Amandemen di mana Megawati menandatangani Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 agar kepala daerah juga dipilih oleh rakyat.
Kebijakan ini juga disebut berpengaruh pada perpolitikan hari ini di mana tokoh daerah yang dipilih rakyat mulai bermunculan seperti Joko Widodo, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, dan lain sebagainya.
Jika kala itu Megawati tak jadi presiden, pemilihan secara langsung oleh rakyat mungkin lebih lama terlaksana.
3. Indosat Masih Milik Indonesia
Jika dua poin di atas adalah efek positif keberadaan megawati jadi presiden, maka ketiga soal kebijakan kontroversial Megawati yang melepaskan Indosat.
Di masa kepemimpinannya, Megawati memperoleh kritik karena telah melakukan penjualan terhadap Indosat yang saat itu berstatus sebagai BUMN.
Divestasi saham diminangkan oleh perusahaan asal Singapura, Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (ST Telemedia) yang sahamnya dikuasai pemerintah Singapura lewat Temasek. Padahal saat itu Indosat tergolong BUMN yang menguntungkan.
Saat dijual pada 2002, ST Telemedia merogoh kocek Rp5,6 triliun untuk membeli 41,94% saham. Lima tahun kemudian, justru ST Telemedia yang memperoleh keuntungan berlipat setelah menjual seluruh saham Indosat yang dibeli dari Indonesia kepada Qatar Telecom QSC.
Kabar ini pun membuat publik naik pitam. Saat itu Qatar Telecom QSC merogoh Rp16,7 triliun untuk membeli saham Indosat dari ST Telemedia. Setelah akuisisi saham ini, Indosat berubah nama menjadi PT Indosat Ooredo.
4. Tak Rugi Hak Eksplorasi Ladang Gas
Megawati juga tercatat pernah menjual hak eksplorasi ladang gas dengan harga yang murah. Para ekonom menilai keputusan Megawati itu membuat negara merugi.
Jika Megawati tak jadi presiden kala itu, maka kemungkinan Indonesia tak akan merugi.