Suara.com - Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjadi satu-satunya sultan yang pernah diangkat menjadi wakil presien.
Mendiang Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjadi wakil presiden di era pemerintahan Soeharto pada perioden 1973-1978.
Sebagai raja, Sri Sultan tentu sudah jelas menjalani pemerintahan feodalistik di Yogyakarta. Dia juga menguasai tanah daerah istimewa tersebut sebagai tanah kerajaan.
Kendati demikian, Sri Sultan menyebutkan bahwa rupanya Seoharto jauh lebih berkuasa ketimbang dirinya.
Baca Juga: Niat Kang Dedi Jadi Tentara Gagal karena Kurang Gizi, Kuliah Nggak Makan Tiga Hari
Pengakuan Sri Sultan Hamengkubowono IX itu diceritakan kembali oleh politikus senior Panda Nababan.
"Sultan Hamengkubowono ini banyak memberitahukan ke saya informasi bagaimana kepemimpinan Soeharto, waktu aku tanya apa sih bedanya Sultan dengan Pak Harto?" ungkap Panda Nababan dalam perbincangannya di kanal YouTube Keadilan TV.
Menurut Sultan Hamengkubuwono IX, ia memiliki tiga perbedaan dengan Soeharto.
"Aku [Sri Sultan] hanya beda tiga hal, pertama dia [Seoharto] punya tabir saya enggak punya tabir," ujar Panda Nababan mengenang pernyataan Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Panda menyebutkan yang dimaksud tabir adalah kemampuan untuk menampakkan ketikdaksukaan melalui mimik wajah.
Baca Juga: Rini Soemarno Pernah Nangis Kejer saat Dimarahi Megawati karena Amplop yang Dibawa ke KPK
"Soeharto punya kemampuan menciptakan kesan [tidak suka] ke tamunya, kalau saya [Sri Sultan] enggak," ujar Panda.
"Yang kedua, ternyata dia [Seoharto] lebih kaya dari saya [Sri Sultan], padahal seluruh Jogja tanah Sultan loh," imbuhnya.
Sementara perbedaan ketiga, Sri Sultan menurut Panda menyebutkan bahwa Seoharto lebih feodal ketimbang dirinya yang seorang raja.
"Yang ketiga apa, seharusnya aku feodal aku raja tapi Soeharto lebih feodal," ungkap Panda menirukan cerita Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX senidiri menjabat di pemerintahan bukan hanya sebagai wakil presiden. Raja DIY tersebut juga pernah menjadi Menteri Negara pada Kabinet Syahrir (1946-1947) dan Kabinet Hatta (1948-1949).
Kemudian menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada Kabinet Hatta II 1949-1950.