Suara.com - TAKA Desak Jokowi Perintahkan KLHK Untuk Cabut Surat Pengawasan Penelitian Satwa
Tim Advokasi Kebebasan Akademik (TAKA) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mencabut surat bernomor S.1447/MENLHK-KSDAE/KKHSG/KSA.2/9/2022. Surat tersebut berkaitan dengan pengawasan penelitian satwa.
Perwakilan TAKA dari LBH Pers, Mulya Sarmono, menyampaikan terbitnya surat tersebut adalah bentuk dari kebijakan yang anti sains. Lebih dari itu, surat tersebut juga dianggap mencederai independensi sains dan kebebasan akademik serta bertentangan dengan pembuatan kebijakan berbasis riset.
"Maka, dalam hal ini kami menuntut kepada Presiden agar memerintahkan KLHK untuk mencabut surat tersebut yang merupakan kebijakan anti sains," kata Mulya saat dijumpai di kawasan gedung Sekretariat Negara RI, Jakarta Pusat, Jumat (16/12/2022).
TAKA juga meminta Jokowi untuk memerintahkan KLHK menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada publik. Sebab, KLHK telah menggunakan kekuasaan dalam menyatakan ketidaksetujuan atas hasil penelitian melalui penerbitan surat tersebut.
"Agar pemerintah dalam hal ini Presiden memerintahkan KLHK untuk menyampaikan permintaan maafnya atas terbitnya surat tersebut," beber Mulya.
Tidak hanya itu, Jokowi juga diminta untuk memerintahkan KLHK menghentikan praktik pembatasan kebebasan akademik. KLHK juga harus membuka ruang partisipasi publik untuk membahas persoalan lingkungan hidup di Indonesia.
"Ketiga, memerintahkan kepada KLHK untuk membuka ruang dan menghentikan praktik pembatasan kebebasan akademik dan membuka ruang partisipatif kepada publik untuk membahas persoalan lingkungan hidup di Indonesia," papar Mulya.
Banding Administratif ke Jokowi
Baca Juga: Aksi Minta Pemerintah Tetapkan Monyet sebagai Satwa Dilindungi
Hari ini, TAKA melayangkan banding administratif kepada Jokowi atas tindakan anti sains yang dilakukan KLHK atas terbitnya surat dengan nomor S.1447/MENLHK-KSDAE/KKHSG/KSA.2/9/2022 yang dinilai membatasi kebebasan akademik.
Pada pokoknya, surat itu tidak memberikan pelayanan dan tidak melayani permohonan para peneliti asing dalam urusan perizinan atau persetujuan terkait dengan kegiatan konservasi dalam kewenangan KLHK. Dalam hal ini, TAKA lebih dulu melayangkan keberatan adminstratif kepada KLHK pada 1 Desember 2022 lalu.
"Hari ini 18 organisasi yang tergabung dalam Tim Advokasi Kebebasan Akademik atau TAKA melayangkan banding administratif kepada Presiden Joko Widodo atas tindakan kebijakan anti-sains yang dilakukan oleh KLHK," kata perwakilan LBH Jakarta, Jihan Fauziah Hamdi.
Jihan mengatakan, keberatan adminstratif itu dijawab oleh KLHK pada 6 Desember 2022. Kata Jihan, tanggapan KLHK mengklaim bahwa terbitnya surat tersebut sebagai perintah eksekutif atau executive order yang dimaksudkan sebagai surat internal, dari atasan kepada bawahan.
"Jadi KLHK berargumen bahwa itu bukan sebagai penghalang-halangan melainkan sebagai bentuk eksekutif order," ucap dia.
Tanggapan kedua KLHK, bahwa surat tersebut terbit atas dasar adanya indikasi bahwa peneliti asing tidak memenuhi peraturan perundang-undangan. Kemudian, para peneliti asing tidak memenuhi ketentuan dalam menjalin kemitraan dalam negeri.
"Berdasarkan hal tersebut, hari ini kami melayangkan banding administratif karena kami melihat tanggapan tersebut tidak menjawab permasalahan dan tuntutan yang kami minta," beber Jihan.
Jihan menambahkan, respons dari KLHK adalah bentuk dari upaya menghalang-halangi peneliti asing untuk melakukan penelitian. Kemudian, jawaban KLHK juga tidak relevan dan tidak sesuai dengan fakta sebagaimana keberatan yang dilayangkan TAKA.
"Surat tersebut merupakan respons yang dituangkan dalam kebijakan anti-sains yang menghalang-halangi peneliti asing melakukan penelitian. Kedua, jawaban tersebut tidak relevan dan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya sebagaimana yang kami layangkan dalam keberatan administratif," tutup jihan.
TAKA terdiri dari 18 organiasi yakni, Amnesty International Indonesia, Change.org, Constitutional and Administrative Law Society, Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam, Greenpeace Indonesia, IndoPROGRESS, JATAM, dan kantor Hukum AMARTA.
Kemudian Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik, LBH Jakarta, LBH Pers, SAFEnet, PERLUDEM, PUSAD UM Surabaya, SAKSI Universitas Mulawarman, STH Jentera, WALHI Jawa Timur, dan YLBHI.