"Maka tersangka STPS juga mendapatkan bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan sedangkan Tersangka AH mendapatkan bagian 10 persen," sambungnya.
Temuan KPK, berkat bantuan dari Sahat, Pokmas yang dikoordinir Abdul menerima dua kali bantuan hibah, dengan masing-masing nilai Rp 40 miliar pada 2021 dan 2022.
Berhasil mendapatkan bantuan hibah dua kali dengan total Rp 80 miliar, Abdul mengingkan pada 2023 dan 2024 kelompok masyarakat yang dikelolanya kembali mendapat kucuran dana hibah.
Dia lantas kembali menghubungi Sahat, hingga terjadi kesepakan harus menyerahkan uang muka senilai Rp 2 miliar. Pada Rabu (14/12), Abdul menarik uang tunai senilai Rp 1 miliar di salah satu bank di Sampang.
Uang itu kemudian diserahkan ke Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng yang merupakan rekannya sesama koordinator pokmas. Eeng membawa uang itu ke Surabaya, lalu diserahkan ke Rusdi yang merupakan staf ahli Sahat sebagai anggota dewan.
"Setelah uang diterima, tersangka STPS memerintahkan tersangka RS (Rusdi) segera menukarkan uang Rp1 miliar tersebut di salah satu money changer dalam bentuk pecahan mata uang dolar Siangpura dan dolar Amerika Serikat," kata Johanis.
Dalam bentuk mata uang asing, dana senilai Rp 1 miliar itu diserahkan Rusdi kepada Sahat di ruangannya, yang berada di Kantor DPRD Jawa Timur. Sementara sisa Rp 1 miliar yang belum diserahkan Abdul, rencanakan diberikan pada Jumat (16/12).
Namun hal itu urung terjadi, karena Sahat dan Abdul beserta dua orang lainnya keburu dijaring dalam OTT KPK pada Rabu kemarin.
Johanis menyebut dari temuan lembaganya, Sahat diduga telah menerima uang senilai Rp 5 miliar.
Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak Resmi Jadi Tersangka Korupsi
"Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, tersangka STPS (Sahat) telah menerima uang sekitar Rp5 miliar," ujarnya.