Investigasi Gagal Ginjal Anak, Ombudsman: Menkes dan Kepala BPOM Diduga Lakukan Penyimpangan Prosedur

Kamis, 15 Desember 2022 | 20:40 WIB
Investigasi Gagal Ginjal Anak, Ombudsman: Menkes dan Kepala BPOM Diduga Lakukan Penyimpangan Prosedur
Gedung Ombudsman Republik Indonesia di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyebut Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito diduga melakukan penyimpangan prosedur soal pengawasan obat sirop yang berkaitan dengan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak.

Hal itu disampaikan, Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng berdasarkan rangkaian investigasi yang dilakukan lembaganya.

"Bahwa dalam penanggulangan kasus GGAPA pada anak dan pengawasan obat sirop telah terjadi dugaan penyimpangan prosedur dan tindakan tidak kompeten yang dilakukan baik oleh Menkes dan Kepala BPOM," kata Robert dalam konferensi pers daring pada Kamis (15/12/2022).

Ombudsman menyatakan Menkes melakukan maladministrasi dengan tidak menetapkannya kasus GGAPA pada anak sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

Baca Juga: Masih Ada yang Cuci Darah, Pemerintah Diminta Tak Lupakan Kompensasi untuk Anak Korban Gagal Ginjal Akut

"Sehingga berdampak pada pasifnya respons pemerintah dalam menindaklanjuti kasus ini sebagaimana standar kebijakan dan standar pelayanan dalam penanganan KLB," tegas Robert.

Kemudian, Ombudsman berpendapat, telah terjadi tindakan maladministrasi berupa tidak kompetennya Menkes dalam pengendalian penyakit tidak menular dengan pendekatan surveilan faktor risiko, registri penyakit (pendataan dan pencatatan) dan surveilan kematian mengenai GGAPA pada anak.

"Selain itu, terjadi tindakan maladministrasi berupa tidak kompetennya Kemenkes dalam melakukan pengawasan kesehatan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota sesuai Permenkes Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengawasan di Bidang Kesehatan, agar dapat dilakukan mitigasi awal mengenai GGAPA pada anak," kata Robert.

Sementara BPOM, disebut melakukan maladministrasi berupa tidak kompetennya mereka dalam memastikan Farmakovigilans.

"Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat," jelasnya.

Baca Juga: Kepala BPOM RI Dipanggil Polisi Terkait Kasus Gagal Ginjal Akut

Lebih lanjut, Ombudsman menyoroti kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum BPOM, dalam merespons secara cepat peringatan WHO bahaya cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang terkandung pada obat sirop.

"Hal ini mengakibatkan bertambahnya korban jiwa disebabkan GGAPA pada anak," ujarnya.

Kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Ombudsman mengemukakan empat temuannya. Pertama tidak melakukan pendataan dan surveilan sejak awal munculnya gejala GGAPA.

Kedua, tidak menindaklanjuti kasus GGAPA pada anak sebagai KLB sehingga berdampak pada pasifnya respons pemerintah dalam menindaklanjuti kasus tersebut sebagaimana standar kebijakan dan standar pelayanan dalam penanganan KLB.

"Ketiga, Kemenkes tidak kompeten dalam mensosialisasikan dan menegakkan peraturan secara luas terhadap fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan tentang tata laksana dan manajemen klinis GGAPA pada anak akibat EG dan DEG," katanya.

Sementara catatan keempat, Kemenkes tidak menyampaikan informasi secara luas mengenai kesimpulan penyebab GGAPA pada anak yang terkonfirmasi dari akibat konsumsi obat sirop mengandung EG dan DEG melanggar aturan ambang batas. Atas sejumlah hal itu, Ombudsman memberikan Tindakan Korektif kepada Menkes dan Kepala BPOM .

"Menkes diminta untuk melaksanakan peningkatan kapasitas tim surveilans data melalui penyediaan struktur kerja, kualitas dan kuantitas SDM surveilans serta standar kerja untuk mendukung tersedianya data yang akurat dan komprehensif," kata Robert.

"Kedua, melakukan penyempurnaan peraturan terkait KLB khususnya terkait cakupan penyakit menular dan tidak menular. Ketiga, agar Menkes menetapkan klasifikasi KLB dengan status dan mekanisme penanganannya untuk meningkatkan kapasitas respons dalam melakukan tindaklanjut dan penanganannya," sambungnya.

Kepada Kepala BPOM, diminta mengevaluasi laporan Farmakovigilans di semua industri farmasi yang memproduksi dan/atau mengedarkan obat sirop serta menindaklanjuti dengan pemeriksaan dan uji sampel produk.

"Kemudian agar Kepala BPOM melakukan pendataan terhadap volume penjualan dan area persebaran obat sirop mengandung bahan EG dan DEG dan hasilnya dikoordinasikan dengan Kementerian Kesehatan sebagai bahan penanggulangan GGAPA pada anak," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI