Suara.com - Rangkaian acara pernikahan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, sudah berakhir. Namun menurut akademisi Rocky Gerung, masih ada yang tersisa dari perhelatan besar tersebut, yakni kritikan.
Hal ini disampaikan oleh sang kritikus pemerintah Jokowi ketika berdiskusi dengan Hersubeno Arief di kanal YouTube-nya.
"Jadi ada beban juga pada pengantin, yang dalam satu minggu ini, pengantin berdua itu harus membaca medsos yang isinya adalah kritik bahkan satire," ujar Rocky, dikutip pada Rabu (14/12/2022).
Akademisi sekaligus filsuf itu menyoroti banyaknya masalah dan krisis kemanusiaan yang mengiringi mewahnya pernikahan Kaesang dan Erina Gudono tersebut.
Baca Juga: Jokowi Temui Raja Belgia di Istana Laeken, Negara Eropa Pertama yang Mengakui Kemerdekaan Indonesia
"Ketika ada pesta, ada 400 orang di Cianjur yang menderita. Ketika ada pesta, masih ada arek-arek Malang yang masih menuntut keadilan dari kasus kerusuhan di sepak bola. Demikian juga di Semeru masih ada potensi orang teraniaya oleh karena kemiskinan yang ditambah dengan bencana alam," terangnya.
Bahkan Rocky mengungkit ada orang-orang yang membuat video meminta tolong kepada Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, lantaran gaji mereka yang tak kunjung turun.
"Jadi orang melihat ada kemewahan di Solo dan di daerah sekitar Solo ada kemiskinan. Jadi kita lihat bagaimana rakyat membaca keadilan sosial," kata Rocky.
"Pak Jokowi yang sebenarnya punya batin yang merakyat kok nggak bisa baca itu ya?" imbuhnya dengan penuh sindiran.
Rocky kemudian juga mengkritik belasan ribu tenaga keamanan yang dikerahkan di pesta pernikahan Kaesang tidak sebanding dengan jumlah tamunya.
Baca Juga: 'Gundulmu!' Kaesang Ngegas saat Memenya Tentang Jokowi Diadukan Warganet
"Bagian yang dielu-elukan sebagai royal wedding langsung diperhadapkan dengan krisis ekonomi yang menyebabkan banyak orang tidak bisa makan," kritiknya.
"Jadi perhatian kepala negara terhadap kemiskinan berbanding terbalik dengan pesta mewah yang beliau lakukan untuk anaknya, itu yang dibaca secara sosiologis sebagai ketidakpekaan," sambung Rocky.
Menurutnya hal itu juga bisa menjadi pemicu rakyat Indonesia sangat menuntut perubahan. "Itu yang kemudian menerangkan mengapa Anies dielu-elukan," jelas Rocky.
"Kalau orang bertanya Anies berapa puluh ribu orang, mungkin ratusan ribu yang di Pangkep dan di Medan. Berapa banyak uang yang dikeluarkan oleh Anies untuk itu? Ya pasti nol," menambahkan.
Rocky juga sempat membandingkan perangai relawan Anies dan kandidat calon presiden lain seperti Ganjar Pranowo. Sebab menurutnya relawan Anies berkenan mengeluarkan uang untuk mendukung Anies, sementara relawan Ganjar sebaliknya.
"Mata relawan (Anies) beda dengan mata relawan Ganjar yang selalu berseri-seri karena menunggu amplop. Kontras-kontras ini yang menerangkan kita bahwa publik paham tentang etika politik," pungkasnya.