Suara.com - Skor capaian Survei Penilaian Integritas (SPI) Nasional pada 2022 mengalami penurunan. Pada tahun ini angka SPI berada di 71,94, menurun dari skor pada 2021 yakni 72,43.
Terlihatnya adanya penurunan sebesar 0,49 pada penilaian integritas kali ini.
Hal itu diketahui berdasarkan rilis yang disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Rabu (14/12/2022).
"Dari 508 pemerintah kabupaten/kota, 98 kementerian/lembaga, dan 34 provinsi di seluruh wilayah Indonesia, indeks integritas nasional tahun ini berada di angka 71,94," kata Ketua KPK Firli Bahuri.
Firli menjelaskan pengukuran SPI menjadi penting karena merupakan gambaran atau potret dari kondisi tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik di kementerian/lembaga/pemerintah daerah (K/L/PD).
Menurutnya, SPI menjadi alat ukur dan menjadi penting karena sebagai langkah awal untuk bersama-sama mewujudkan tujuan negara yang adil, makmur, dan sejahtera.
"Syarat utamanya adalah tidak boleh ada korupsi. Salah satu penyebab korupsi adalah lemahnya integritas. Korupsi tidak akan terjadi kalau kita sama-sama bergerak maju membangun integritas," ujarnya.
Dia mengemukakan, skor SPI tahun 2022 tidak hanya dimaknai sebagai sekadar angka. Namun menjadi ajuan untuk melakukan perbaikan.
"Perubahan itu perlu dilakukan supaya terciptanya perbaikan sistem dan tata kelola yang berdampak luas bagi masyarakat," tuturnya.
KPK mengungkapkan kalau indeks SPI terbaik kategori kementerian diduduki Kementerian Sekretariat Negara dengan skor 85,48. Kemudian kategori lembaga non-kementerian diraih oleh Bank Indonesia dengan skor 87,28.
Kategori pemerintah provinsi diraih oleh Pemprov Bali dengan skor 78,82, kategori Pemerintah Kota diraih oleh Kota Madiun dengan skor 83,00; dan kategori pemerintah kabupaten diraih oleh Kabupaten Boyolali dengan skor 83,33.
Dari hasil SPI ini, KPK memberikan rekomendasi perbaikan. Pertama, meminimalisir risiko perdagangan pengaruh dengan peraturan dan implementasi penanganan benturan kepentingan.
Kedua, memaksimalkan kemampuan sistem serta sumber daya internal dalam mendeteksi korupsi dan ketiga yakni optimalisasi pengawasan internal dan eksternal.
Sementara yang keempat ialah sosialisasi, kampanye, dan pelatihan antikorupsi berkala dan berkelanjutan. Kelima, pengembangan dan penguatan efektivitas sistem pencegahan berbasiskan IT dan keenam yakni pengembangan sistem pengaduan yang melindungi pelapor.