Suara.com - Surakarta atau Kota Solo memiliki sebuah tempat yang merupakan pusat perdagangan yang sangat bersejarah. Transaksi jual beli di tempat ini telah ada sejak sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Namanya adalah Pasar Gede Harjonagoro atau lebih dikenal dengan sebutan Pasar Gede. Nama pasar Gede dipilih karena bangunannya memiliki atap yang besar. Pasar yang diresmikan oleh Gusti Susuhunan Pakubuwono X pada tahun 1930 ini masih aktif dan tak pernah sepi dikunjungi pembeli.
Tepat di depan Pasar Gede terdapat sebuah tugu yang juga memiliki nilai sejarah yang erat kaitannya dengan pemerintahan Surakarta dari masa ke masa. Tugu yang merupakan salah satu cagar budaya yang dimiliki Surakarta itu bernama Tugu Jam Pasar Gede. Ada histori yang tesimpan dalam Tugu Jam Pasar Gede ini, yaitu kala Pakubuwono menambahkan jam di tugu tersebut demi membangun kesadaran serta meningkatkan kedisiplinan warga masyarakat Surakarta atau Kota Solo yang saat itu berada dibawah kepimimpinannya.
Terletak di simpang jalan tepatnya di perempatan, Tugu Jam Pasar Gede ini dapat dilihat dari berbagai arah. Begitu pula jika kita berdiri persis di dekat tugu ini, maka pemandangan sekeliling akan membuat mata siapapun yang melihanya berdecak kagum. Bagaimana tidak, dari Tugu Jam Pasar Gede ini kita bisa menikmati kekayaan budaya yang dimiliki Surakarta. Lokasinya yang strategis akan mengingatkan kita pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika, Berbeda-Beda Tetapi Satu Jua. Dari sudut yang paling dekat, terdapat bangunan rumah ibadah agama Konghucu yang tetap mencolok dengan corak bangunannya yang berwarna merah ditengah himpitan gedung-gedung yang berdiri di samping kanan kirinya.
Kawasan sekitar Tugu Jam Pasar Gede juga dikenal sebagai kawasan yang tak terpisahkan dengan Pasar Candi Padurasa (sebutan Pasar Gede di masa lampau). Karena pada zaman terdahulu penganut ajaran Hindu melakukan kegiatan spritual di daerah tersebut namun tidak terganggu dengan ramainya aktifitas Pasar Candi Padurasa. Seiring perkembangan zaman, area Pasar Gede menjadi pasar tradisional Yang ditetapkan menjadi cagar budaya berdasarkan Keputusan Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta bernomor 646/116/I/1997.
Baca Juga: ASN Kemenag Kabupaten Grobogan Terlibat Kasus Uang Palsu, Diperkirakan Sudah Beredar Rp 1,2 Miliar
Dari pandangan mata tim media ini pada Minggu 11/12/2022 yang terlihat dari Tugu Jam Pasar Gede adalah banyaknya para pedagang yang masih melestarikan kuliner khas Jawa (Surakarta), seperti serabi, sego liwet, lenjongan, hingga dawet telasih. Jenis hasil bumi pun nampak dijajakan oleh para pedagang seperti sayuran, umbi-umbian, rempah-rempah bumbu dapur yang masih segar yang tidak mudah ditemukan di super market. Tak ketinggalan, mata tim media ini juga menangkap sudut Kota Surakarta menyediakan berbagai macam oleh-oleh yang khas berupa jarik-jarik bermotif batik yang berbeda dengan batik di daerah lain, yakni batik motif sidomukti.
Dengan berbagai ragam perbedaan yang dimiliki Surakarta, dapat dinikmati di satu tempat yakni ketika berdiri tepat di dekat Tugu Jam Pasar Gede. Namun disarankan agar tetap berhati-hati saat ingin berfoto disana atau sekedar mengamati, karena kawasan tersebut memiliki arus lalu lintas yang sangat sibuk di jam-jam tertentu. Tak dapat dipungkiri, Surakarta adalah miniatur Indonesia yang mewakili keberagaman budaya, kepercayaan (keyakinan pada suatu agama/ajaran) namun tetap bisa bersatu padu mewujudkan kerukunan di kehidupan dan aktifitasnya sehari-hari. Kehidupan beragama sebenarnya sesuai dengan hakikat dan naluri manusia itu sendiri, dan moderasi beragama yang diterapkan di Surakarta merupakan strategi yang tepat untuk merawat Indonesia yang multikultural ini.