Gelar Aksi Mogok Makan di Komnas HAM, Warga Sumbawa Barat Desak Penyelidikan Dugaan Pelanggaran HAM Perusahaan Tambang
Belasan warga dan mahasiswa dari Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, melakukan aksi mogok makan dan mendirikan tenda di halaman kantor Komnas HAM.
Suara.com - Belasan warga dan mahasiswa dari Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, melakukan aksi mogok makan dan mendirikan tenda di halaman kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Menteng, Jakarta Pusat, sejak Selasa (13/12/2022).
Mereka menuntut penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM oleh perusahaan tambang emas dan tembaga, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Dari belasan orang itu, beberapa di antaranya merupakan mantan pekerja PT AMNT yang berhenti akibat kebijakan perusahaan yang dianggap tidak manusiawi.
Humas Aliansi Masyarakat Anti Mafia Tambang (AMANAT) yang menjadi pendamping warga, Yudi Prayudi, mengungkapkan beberapa dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan PT AMNT terhadap para buruh.
Salah satunya terkait jadwal kerja di mana, menurut Yudi, PT AMNT menerapkan roster kerja 8-2-2 atau kerja delapan minggu, istirahat dua minggu, dan karantina selama dua minggu.
Baca Juga: Sesalkan Karya Yos Suprapto Dibredel, Komnas HAM Minta Klarifikasi Fadli Zon
"Di mana menurut kami itu tidak manusiawi," kata Yudi saat ditemui Suara.com di Komnas HAM, Rabu (14/12/2022).
Saat waktu kerja diberlakukan, para buruh disebut tidak diizinkan meninggalkan lokasi tambang, dan mereka harus tetap berada di kawasan tambang hingga waktu libur tiba. Yudi juga menambahkan bahwa para pekerja yang melanggar akan mendapatkan sanksi berupa pemecatan sepihak.
"Artinya, orang-orang tidak bisa keluar. Ada kegiatan apapun di kampungnya, orang-orang ini tidak bisa keluar. Itu juga dampak ekonomi," ujarnya.
"Bayangkan kalau ribuan karyawan diberlakukan roster kerja itu enggak bisa keluar sama sekali, berapa puturan uang yang seharusnya bisa keluar di daerah sekitar itu, namun enggak bisa," sambung Yudi.
Pemberlakuaan roster kerja diduga berdampak terhadap jatuhnya korban jiwa dari pihak pekerja. Yudi mengatakan bahwa dalam kurun waktu 2019-2022, setidaknya terdapat empat orang pekerja yang meninggal dunia.
Baca Juga: Komnas HAM: DOB Papua Rentan Konflik, Dialog Jadi Kunci
"Bisa dilihat dalam beberapa tahun itu, ada saja, sampai fatality yang menyebabkan kematian. Karena roster itu tidak ada kajian yang jelas, yang menyatakan roster itu aman untuk diberlakukan, baik itu dari segi kesehatan maupun sisi sosial," ungkapnya.
Kemudian mereka juga menyoroti pemberhentian hubungan kerja oleh perusahaan yang menurut mereka dilakukan secara sepihak dan tidak berdasarkan prosedur yang berlaku.
"Ada beberapa yang kami pegang datanya. Mereka melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa melakukan surat peringatan, tanpa memberikan keterangan, bahwa ‘ini pelanggaran yang kalian lalukan’,'" ungkap Yudi.
Yudi juga menyebut hak berserikat tidak diakomodasi oleh PT AMNT yang menyebabkan tidak adanya serikat buruh di perusahaan itu.
"Kalau dari narasi mereka, mereka menyatakan tidak melarang, tetapi, faktanya, hingga saat ini enggak ada," kata dia.
Mereka pun mempertanyakan sistem pengambilan kebijakan di PT AMNT karena, menurut Yudi, seharusnya terdapat tiga unsur dalam pengambilan kebijakan.
"Karena kita tahu setidaknya harus ada lah tiga unsur dalam penentuan kebijakan perusahaan itu. Dan pertanyaan sekarang, siapa yang mewakili buruh ini, yang katanya harus dipilih secara demkorasi sementara serikat buruh saja enggak ada," ujarnya.
Karenanya, mereka meminta kepada DPR RI dan Presiden Joko Widodo untuk menurunkan tim guna melakukan penyelidikan. Sementara itu, para warga meminta Komnas HAM untuk melakukan investigasi terkait pelanggaran HAM yang diduga dilakukan PT AMNT.
Mereka menegaskan akan bertahan di Komnas HAM dan terus melakukan mogok makan hingga aksi mereka menghasilkan titik terang yang berkeadilan bagi mereka dan masyarakat Sumbawa Barat.