Masjid Agung Surakarta Pelihara Tradisi Keraton dan Budaya Kearifan Lokal

Selasa, 13 Desember 2022 | 18:22 WIB
Masjid Agung Surakarta Pelihara Tradisi Keraton dan Budaya Kearifan Lokal
Masjid Agung Surakarta. (Dok: Istimewa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sesuatu yang sangat khas akan kita jumpai saat kita pelesir ke Kota Solo, Jawa Tengah adalah keberadaan bangunan peninggalan Raja Pakubuwono III, berupa masjid bergaya tradisional Jawa.

Masjid yang dibangun pada tahun 1763 ini memiliki 3 pintu masuk dengan gapura utama di sisi timur, dan pintu lainnya berada di sisi selatan dan utara.

Menurut Sekretaris Masjid Agung Surakarta, Ir. H. Abdul Basid Rohmat, masjid yang berusia kurang lebih 259 tahun itu, hingga kini masih menjadi pusat kegiatan tradisi budaya Jawa dan Islam, seperti kegiatan Sekaten, Bancak’an, Kenduren dan lain-lain.

Selain memiliki atap bertingkat dan mempunyai mahkota di puncaknya, masjid ini juga memiliki gapura utama yang sangat kokoh berbentuk paduraksa (padu: tepi, raksa: pelindung). Masjid yang memiliki arsitektur kuno ini bernama Masjid Agung Surakarta.

Masjid ini mempunyai halaman yang luas dan sejuk, karena terdapat beberapa pohon rindang yang tumbuh di sekitar pelataran. Dengan luas tanahnya yang hampir 1 hektare, area masjid ini mampu menampung jamaah sebanyak 2000 orang.

“Masjid Agung ini tetap memelihara budaya Jawa, masih ada kegiatan bersifat tradisional yang merupakan akulturasi dengan tradisi Islam yang kami selenggarakan, contohnya budaya sekaten. Sekaten sendiri merupakan peringatan Maulid Nabi Muhammad yang dilaksanakan satu tahun sekali oleh Keraton Surakarta. Tujuan dari sekaten itu sendiri adalah untuk syiar islam, melalui sholawat dan juga sedekah," ujar Basid, Selasa (13/12/2022) dalam keterangan tertulisnya.

Basid yang ditemui usai melaksanakan salat Dzuhur di Masjid Agung, Sabtu (10/12/2022) itu juga menerangkan, acara Sekaten dilakukan dengan cara membunyikan gamelan yang diarak ke Masjid Agung.

Penggunaan kesenian gamelan ini merupakan sarana atau metode penyebaran agama Islam yang sangat digemari, terutama di Jawa Tengah sehingga dipertahankan hingga saat ini. Gamelan yang diarak ke masjid akan dikembalikan ke Keraton sebagai tanda bahwa Sekaten telah usai.

Menurut Basid, Sekaten ini merupakan peringatan Maulid Nabi khas Kota Solo (Surakarta) yang kelestariannya masih terjaga sehingga masyarakat yang hadir dalam acara tersebut secara tidak langsung menjadi bagian dari syiar Islam yang dilakukan oleh Keraton dan Masjid Agung.

Baca Juga: Pintu Kayu Ukir Tradisional Jawa Klasik Jadi Hadiah Khusus Ulang Tahun Sultan Brunei

Basid menegaskan bahwa ada makna-makna filosofis yang terkandung dalam akulturasi budaya Jawa dan tradisi Islam di Surakarta ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI