Jejak Kasus Meikarta: Kota Impian Bernasib Mangkrak, Kini Jadi Sasaran Amukan

Farah Nabilla Suara.Com
Selasa, 13 Desember 2022 | 13:30 WIB
Jejak Kasus Meikarta: Kota Impian Bernasib Mangkrak, Kini Jadi Sasaran Amukan
Meikarta. (Dok. Meikarta)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masih ingat dengan proyek besar Meikarta yang dibangun di Cikarang, Kabupaten Bekasi? Berawal dari iklan yang menggambarkan seolah-olah tempat itu adalah kota modern pada 2017, kini nasibnya berubah drastis.

Belakangan, tempat ini kembali viral usai sejumlah massa yang merupakan pembeli unit apartemen di Meikarta melakukan unjuk rasa. Rencana merealisasikan kota modern pun terancam batal. Lantas, seperti apa kronologi kasusnya?

Rencana Pembangunan Bak Kota Modern

Meikarta merupakan proyek besar besutan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK), anak usaha Grup Lippo, yang mulai dikenalkan pada 4 Mei 2017. Dengan nilai investasi sebesar Rp 278 triliun, proyek ini berencana akan dibangun layaknya kota modern.

Baca Juga: Progres Proyek Apartemen Meikarta, Kini Berujung Dituntut Konsumen

Meikarta.
Meikarta.

Meikarta diketahui akan memiliki 100 gedung pencakar langit dengan ketinggian antara 35-46 lantai. Di mana dibagi untuk hunian sebanyak 250.000 unit, perkantoran strata title, 10 hotel bintang lima, pusat perbelanjaan, hingga area komersial dengan luas 1,5 juta meter persegi.

Tak hanya itu, Meikarta juga rencananya akan menyediakan sejumlah fasilitas umum yang bisa dinikmati penghuninya. Mulai dari tempat ibadah, pusat kesehatan, serta pusat pendidikan dari penyelenggara dalam dan luar negeri.

Demi mencapai kesuksesan Meikarta, Grup Lippo rajin melakukan promosi di berbagai media massa. Adapun kalimat pada iklannya yang paling diingat adalah "Bawa aku pergi dari sini. Aku ingin pindah ke Meikarta." Ini menggambarkan seolah-olah Meikarta menjadi tempat impian.

Ada Penggelapan Dana

Meikarta sempat terlibat kasus korupsi yang menyeret nama mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Pada tahun 2019, majelis hakim menjatuhkan vonis terhadap Neneng atas perbuatannya tersebut.

Baca Juga: Hampir 10 Tahun Sejak Awal Dirancang, Begini Kondisi Meikarta Saat Ini

Neneng yang terbukti bersalah menerima hukuman penjara selama 6 tahun pidana dan denda sebesar Rp 250 juta. Apabila tidak dibayar, pidana denda dapat diganti menjadi kurungan selama 4 bulan.

Majelis hakim menyebut ia terbukti melakukan korupsi dengan menerima suap atas proyek perizinan Meikarta sebesar Rp 10,630 miliar dan SGD 90.000. Neneng mendapatkannya dari mantan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro.

Billy sendiri dijatuhkan vonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan penjara. Sementara itu, hakim juga memvonis empat pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi lainnya.

Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludin, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemkab Bekasi, Dewi Tisnawati, dan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Sahat Maju Banjarnahor.

Ditambah Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili. Keempatnya dihukum 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Diamuk Massa

Meikarta kembali viral setelah para konsumen yang merupakan pembeli unit apartemen melakukan unjuk rasa di gedung DPR RI, Senin (5/12/2022). Mereka menuntut pengembalian dana karena merasa tidak menerima kepastian atas unit Meikarta sejak pembayaran pertama pada 2017 lalu. Dengan kata lain, mereka tetap membayar cicilan meski unit tak dibangun.

Sekitar 100 orang pembeli unit apartemen Meikarta membentuk komunitas dan bersama mengadukan langsung keluhannya ke DPR hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka yang merasa rugi meminta kompensasi karena unit apartemen tidak kunjung diselesaikan.

Grup Lippo Beri Tanggapan

Grup Lippo melalui PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) menjelaskan bahwa perselisihan dengan para pembeli unit  apartemen sebetulnya sudah selesai di pengadilan. Proyek itu disebut digarap oleh anak usahanya, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU).

Menurut keterangan Sekretaris Perusahaan LPCK Veronika Sitepu, mereka tetap mematuhi aturan, termasuk putusan pengadilan. Ia juga menegaskan bahwa setiap pembeli apartemen, baik tunai maupun kredit, akan segera menerima unitnya.

Namun, lanjut Veronika, dikarenakan pembangunan yang masih berlangsung hingga saat ini, bahkan ada beberapa masalah yang menghambat, penyerahan unit itu terpaksa dilakukan secara bertahap.

Kontributor : Xandra Junia Indriasti

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI