Suara.com - Terdakwa Putri Candrawathi mengaku hanya menutup telinga di dalam kamar saat peristiwa penembakan yang menewaskan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Ferdy Sambo pada Jumat 8 Juli 2022 lalu. Saat itu, Putri menyebut dalam kondisi ketakutan.
Pernyataan itu disampaikan Putri ketika ditanya majelis hakim terkait insiden tersebut dalam sidang lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (12/12/2022). Istri Ferdy Sambo itu hadir dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk terdakwa Bharada E atau Richard Eliezer, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal.
"Kapan mendengar suara tembakan?" tanya hakim di ruang sidang utama.
Saat itu, Putri mengaku sedang beristirahat di kamar tidur. Tidak lama berselang, dia mendengar seperti suara keributan dan bunyi letusan beberapa kali.
Baca Juga: Putri Candrawahti Tak Ingat Ada Brigadir Yosua Ikut ke Duren Tiga, Hakim: Luar Biasa Lupanya
"Apa yang saudara lakukan saat mendengar suara letusan?" tanya hakim.
"Saya di kamar tutup telingan dan saya takut," jawab Putri.
"Cuma itu saja yang saudara lakukan?" kata hakim.
"Iya yang mulia," papar Putri.
"Refleknya kalau orang takut apalagi di dalam kamar adalah mencoba untuk sembunyi, berlindung. Berlindung itu macam-macam, bisa menutup pintu, bisa sembunyi di balik lemari," ucap hakim.
"Karena saya sedang tidak enak badan jadi saya hanya meringkuk di tempat tidur sambil menutup kedua telinga saya," jawab Putri.
Klaim Sambo
Dalam persidangan sebelumnya, Ferdy Sambo mengklaim hanya memerintahkan Richard untuk menghajar Yosua. Dia pun mengaku kaget ketika Richard menekan pelatuk senapan dan berujung pada tewasnya Yosua.
"Bagaimana cara saudara perintahkan Richard?," tanya hakim, Rabu (7/12/2022).
"Hajar Cad! Kamu hajar Cad. Kemudian ditembaklah Yosua sambil maju sampai roboh yang mulia. Itu kejadian cepat sekali tidak sampai sekian detik karena cepat sekali penembakan itu," sebut Sambo.
Sambo pun mengaku kaget dan meminta Richard menghentikan aksinya. Kepanikan Sambo makin bertambah ketika mendapati darah Yosua berlumuran di sekitar lokasi kejadian.
"Saya kaget kemudian saya sampikan ‘setop berhenti!’ Begitu melihat Yosua jatuh kemudian sudah ada berlumuran darah, saya jadi panik yang mulia," kata dia.
Sambo tak tahu harus berbuat apa. Dalam benaknya, yang paling memungkinkan agar kematian Yosua tak terendus adalah membikin skenario baku tembak.