Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik proses verifikasi peserta Pemilu 2024 yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU. KPU didesak agar bisa lebih transparan membuka data syarat kepesertaan partai politik calon peserta pemilu.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, yang merupakan bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan, KPU telah verifikasi faktual kepengurusan dan keanggotaan partai politik peserta pemilu. Hasilnya 9 partai politik dinyatakan Belum Memenuhi Syarat (BMS).
"Pada proses pengumuman BMS partai-partai politik tersebut, KPU tidak merinci secara detail informasi dari masing-masing partai politik, tentang persyaratan apa yang tidak terpenuhi. Selain itu, akses informasi terhadap persyaratan yang dinyatakan belum memenuhi syarat juga tidak dibuka kepada publik oleh KPU," kata Kurnia kepada wartawan, Senin (12/12/2022).
Menurutnya, keterbukaan informasi tentang syarat mana saja yang dipenuhi dan tidak dipenuhi oleh partai politik, merupakan informasi terbuka agar publik dapat ikut mengawasi proses tahapan verifikasi faktual partai politik.
Sementara itu, adanya sistem informasi partai politik (Sipol) juga tidak dapat memberikan informasi yang terbuka dari setiap detail dan perkembangan tahapan verifikasi partai politik peserta pemilu.
Kurnia mengatakan, minimnya akses yang diberikan KPU kepada Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu pada tahapan verifikasi faktual partai politik menjadikan ketiadaan proses pengawasan yang ideal dan menambah yakin bahwa pelaksanaan verifikasi faktual partai politik berada di ruang yang gelap.
"Jika data-data persyaratan partai politik tidak terbuka, hal ini justru menimbulkan kecurigaan publik, apakah proses verifikasi faktual yang dilakukan telah berjalan sesuai dengan regulasi (UU Pemilu dan Peraturan KPU) dan prinsip-prinsip kepemiluan yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, efisien dan aksesibel," tuturnya.
Kurnia lantas membeberkan potensi kecurangan pemilu jika KPU masih tertutup soal akses informasi perkembangan verifikasi partai politik kepada masyarakat.
"Tindakan tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)," tuturnya.
Baca Juga: Vonis Bebas Isak Sattu Dinilai Bukti Negara Lemah dalam Kasus Paniai
Lebih lanjut, kata dia, bukan cuma itu, rezim ketertutupan KPU juga melanggar Pasal 3 huruf f dan i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait prinsip Terbuka dan Akuntabel penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh KPU.
"Dugaan pelanggaran di atas tentu menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat, salah satunya menyoal kebenaran proses verifikasi faktual partai politik. Bukan tidak mungkin, di dalam rezim ketertutupan tersebut terdapat oknum-oknum yang berupaya untuk menguntungkan partai politik tertentu dengan cara meloloskannya menjadi Peserta Pemilu," pungkasnya.