Mayor Isak Sattu Divonis Bebas Kasus Paniai Berdarah, Kinerja Kejagung Cuma Seret Satu Terdakwa Patut Dipertanyakan

Jum'at, 09 Desember 2022 | 16:09 WIB
Mayor Isak Sattu Divonis Bebas Kasus Paniai Berdarah, Kinerja Kejagung Cuma Seret Satu Terdakwa Patut Dipertanyakan
Mayor Isak Sattu Divonis Bebas Kasus Paniai Berdarah, Kinerja Kejagung Cuma Seret Satu Terdakwa Patut Dipertanyakan. [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Koalisi Pemantau Paniai 2014 mempertanyakan kinerja Kejaksaan Agung RI dalam penyidikan kasus kekerasan Paniai, Papua. Pasalnya, hanya ada satu nama yang terseret sebagai terdakwa, yakni Mayor Inf (Purn) Isak Sattu.

Tragedi kemanusiaan yang terjadi pada 7 dan 8 Desember 2014 itu masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Hanya saja, dalam vonis persidangan pada Kamis (8/12/20022), Isak Sattu dinyatakan tidak bersalah dan diputus bebas.

"Kinerja Kejaksaan Agung lewat penyidikan hingga Tim Jaksa Penuntut Umum yang pada akhirnya hanya menyeret satu nama terdakwa sangat patut dipertanyakan," tulis Koalisi Pemantau Paniai 2014 dalam siaran persnya, Jumat (9/12/2022).

Dalam hal ini, Isak Sattu selaku terdakwa dikenakan pertanggungjawaban komando dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Hal ini berjalan tanpa ada proses hukum bersamaan dengan para pelaku lapangan. 

Baca Juga: Vonis Bebas Isak Sattu Dinilai Bukti Negara Lemah dalam Kasus Paniai

Makam korban penembakan massal di Paniai, Papua, 2014. [Jubi]
Makam korban penembakan massal di Paniai, Papua, 2014. [Jubi]

Koalisi menyebut, terungkap sejumlah dugaan kuat terkait nama-nama eksekutor yang membunuh dan menganiaya para korban dalam proses pemeriksaan saksi. Apabila informasi itu benar tidak ditindaklanjuti, maka sudah sepatutnya keberpihakan Kejaksaan Agung RI untuk dipermasalahkan.

"Jika informasi berharga ini tidak ditindaklanjuti dengan penyidikan dan penuntutan, keberpihakan Kejaksaan Agung sangat patut kita permasalahkan."

Koalisi Pemantau Paniai juga menyoroti soal tidak siapnya pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai merujuk pada persiapan dan penyelenggaraannya. Misalnya, proses pencarian majelis hakim yang juga terdiri dari Hakim Ad-Hoc tercatat tidak berlangsung dengan berkualitas. 

"Minimnya eksplorasi dari Majelis Hakim dan kendala teknis selama persidangan juga patut menjadi catatan. Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai ini terkesan tidak siap menyelenggarakan proses terhadap peristiwa hukum sepenting kejahatan kemanusiaan."

Atas berbagai catatan buruk dalam Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai, koalisi mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi kinerja Kejaksaan Agung RI. Tidak hanya itu, Kejaksaan Agung RI juga diminta menindaklanjuti fakta persidangan dan menggelar upaya hukum lanjutan. 

Baca Juga: Vonis Bebas Mayor Isak Satu Buka Keraguan Para Korban Kasus HAM Paniai: Peradilan Cuma Panggung Sandiwara

"Baik terhadap terdakwa yang diputus bebas atau dengan menyeret para pelaku lain baik di tataran langsung atau komando ke pengadilan."

Negara Tak Berkutik Lawan Penjahat HAM

Putusan bebas Isak Sattu disebut koalisi sebagai bentuk tak berkutiknya negara melawan penjahat HAM. Dalam pandangan koalisi, putusan bebas ini adalah buah dari buruknya kinerja penegakan hukum untuk penuntasan pelanggaran HAM berat di Indonesia.

"Bukti bahwa negara tak berkutik terhadap para penjahat HAM di Indonesia."

Ketidakbecusan negara dalam penegakan hukum atas kasus ini, sebut koalisi, sudah dapat terlihat sejak gagalnya sejumlah tim yang dibuat untuk menuntaskannya. Kasus yang akhirnya disidik oleh Kejaksaan Agung sebagai pelanggaran HAM berat sejak Desember 2021 ini diproses dalam begitu banyak kejanggalan. 

"Seperti yang telah dinyatakan oleh Koalisi Pemantau Paniai 2014 sejak prosesnya dimulai, penyidikan oleh Kejaksaan Agung berlangsung dengan begitu buruk."

Kantor Distrik Kebo dibakar, Jumat (30/9/2022). ANTARA/HO-Humas Polda Papua
Kantor Distrik Kebo dibakar, Jumat (30/9/2022). ANTARA/HO-Humas Polda Papua

Koalisi juga menyoroti soal minimnya pelibatan penyintas dan keluarga korban dalam penyidikan kasus ini. Padahal, sejak awal peristiwa, penyintas dan keluarga korban secara proaktif memberikan keterangan dan bukti untuk mendukung proses hukum. 

"Berlarutnya tindak lanjut dari aparat penegak hukum menghasilkan ketidakadilan berikutnya dan kekecewaan bagi para penyintas dan keluarga korban."

Koalisi Pemantau Paniai 2014 terdiri dari KontraS, LBH Makassar, YLBHI, Amnesty International Indonesia, Aliansi Demokrasi Untuk Papua, SKPKC Papua, dan Dewan Gereja Papua.

Vonis Bebas

Majelis Hakim Pengadilan HAM di Pengadilan Negeri Makassar memvonis bebas Mayor Inf (Purn) Isak Sattu terkait kasus kekerasan di Paniai, Papua. Putusan itu dibacakan langsung Ketua Majelis Hakim Sutisna Sawati pada Kamis (8/12) kemarin.

Dalam putusannya Isak Sattu dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat.

Sebagai informasi, peristiwa Paniai di Papua terjadi pada 7-8 Desember 2014. Dalam peristiwa itu dilaporkan 4 warga sipil meninggal dunia akibat luka tembak dan tusukan. Sedangkan 21 orang menjadi korban penganiayaan.

Laporan Komnas HAM menyebut kekerasan yang terjadi hingga memakan korban memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan. Peristiwa itu tidak lepas dari status Paniai sebagai daerah rawan dan adanya kebijakan atas penanganan daerah rawan.

Enam tahun berselang, setelah melakukan penyelidikan, pada 3 Februari 2020 Komnas HAM menetapkan peristiwa berdarah Paniai sebagai pelanggaran HAM berat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI