Sedangkan, dalam adat Keraton Yogyakarta, sebenarnya hampir memiliki kesamaan dengan adat Keraton Surakarta. Hanya saja, terdapat tambahan lainnya, seperti tarian edan-edanan atau beksan edan-edanan (tari gila-gilaan).
Tarian tersebut memiliki makna sebagai sarana mengusir bala. Tarian tersebut juga dimaksudkan sebagai pengusiran roh gentayangan yang mungkin dapat mengganggu rangkaian upacara panggih.
Rangkaian Siraman
Prosesi siraman secara simbolik memiliki makna agar sang pengantin mempunyai tekad untuk berperilaku, bertindak, dan bertutur kata bersih dan baik selama menjadi pasangan suami-istri.
Tata cara siraman sendiri dimulai dengan menyiapkan air kembang setaman yang digunakan untuk menyiram kedua mempelai. Biasanya air tersebut berasal dari beberapa tempat yang berbeda-beda.
Kemudian, calon pengantin yang sudah mengenakan busana siraman akan dijemput oleh kedua orang tuanya dari kamar.
Calon pengantin kemudian dituntut sampai ke tempat siraman dengan diiringi oleh sanak saudaranya. Kemudian, calon pengantin siap di tempatnya, acara akan diawali dengan melakukan doa bersama.
Adapun urutan orang yang menyiramkan air dimulai dari sang ayah, kemudian ibunya, lalu diikuti oleh orang-orang yang dituakan. Pihak terakhir yang turut menyiram biasanya adalah juru rias atau sesepuh yang telah disepakati sejak awal.
Setelah prosesi siraman dilakukan, calon pengantin akan dikeramasi dengan beberapa piranti atau ubarampe, yaitu landha merang, santen kanil, dan air asam.
Baca Juga: Ini 7 Sumber Mata Air Digunakan Prosesi Siraman Kaesang, Termasuk Air Zam Zam
Tidak hanya itu, calon pengantin juga diluluri tubuhnya dengan konyoh, lalu disiram air sampai bersih. Prosesi tersebut kemudian akan ditutup dengan melakukan doa bersama, lalu penyiraman air kendi yang telah disiapkan kepada calon pengantin.