Suara.com - Amnesty International Indonesia menyebut, putusan bebas terhadap Mayor Inf (Purn) Isak Sattu, terdakwa kasus kekerasan di Paniai, Papua semakin menegaskan seluruh keraguan para korban. Hal itu menunjukkan bahwa peradilan ini bukan ditujukan untuk memberikan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM.
"Putusan itu menegaskan semua keraguan yang telah disuarakan korban. Bahwa peradilan itu hanyalah panggung sandiwara yang digelar bukan untuk memberikan keadilan, kebenaran, dan pemulihan yang sejati," kata Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Jumat (9/12/2022).
Menurut Usman, dengan diadilinya Isak Sattu sebagai terdakwa adalah sesuatu yang tidak pasti. Sebab, sangat sulit untuk dipercaya bahwa hanya satu terdakwa dalam tragedi yang terjadi pada 7 dan 8 Desember 2014 lalu.
"Fakta bahwa negara hanya mengadili satu perwira penghubung dengan dakwaan memimpin tentara di lapangan adalah hal yang sedari awal tidak pasti. Sulit dipercaya, terdakwa adalah satu-satunya personel militer yang bertanggung jawab secara pidana atas kekejaman tersebut," beber dia.
Baca Juga: Vonis Bebas Terdakwa Kasus Paniai, Amnesty International Indonesia: Perlu Ada Penyidikan Ulang
Vonis bebas ini, lanjut Usman, menjadi pengingat bahwa para prajurit yang bertanggung jawab secara pidana dalam penembakan, termasuk pelaku langsung, komandan militer dan atasan lainnya di dalam kekejaman tersebut, masih buron. Dengan demikian, keadian tidak akan pernah tegak jika impunitas dipelihara.
"Karena pengadilan mengakui telah terjadi kejahatan kemanusiaan namun tanpa pelaku, maka Negara harus segera membuka kembali penyelidikan tragedi Paniai, sehingga semua pelaku diinvestigasi dengan segera, efektif, menyeluruh dan tidak memihak dan, jika ada cukup bukti, diadili dalam persidangan yang adil di hadapan pengadilan yang berkompeten dan adil," pungkas Usman.
Divonis Bebas
Majelis Hakim Pengadilan HAM di Pengadilan Negeri Makassar memvonis bebas Mayor Inf (Purn) Isak Sattu terkait kasus kekerasan di Paniai, Papua. Putusan itu dibacakan langsung Ketua Majelis Hakim Sutisna Sawati pada Kamis (8/12) kemarin.
Dalam putusannya seperti dikutip dari SuaraSulsel.id--jaringan Suara.com, Isak Sattu dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat.
Sebagai informasi, peristiwa Paniai di Papua terjadi pada 7-8 Desember 2014. Dalam peristiwa itu dilaporkan 4 warga sipil meninggal dunia akibat luka tembak dan tusukan. Sedangkan 21 orang menjadi korban penganiayaan.
Laporan Komnas HAM menyebut kekerasan yang terjadi hingga memakan korban memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan. Peristiwa itu tidak lepas dari status Paniai sebagai daerah rawan dan adanya kebijakan atas penanganan daerah rawan.
Enam tahun berselang, setelah melakukan penyelidikan, pada 3 Februari 2020 Komnas HAM menetapkan peristiwa berdarah Paniai sebagai pelanggaran HAM berat.