Suara.com - Bebasnya Mayor Inf. (Purn) Isak Sattu dari dakwaan pelanggaran HAM berat Pania dinilai sebagai bukti Kejaksaan Agung tak serius mengungkap kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada 2014 tersebut.
Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar mengatakan sedari awal mereka bersama organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Paniai 2014 mengkritisi penyidikan Kejaksaan Agung yang hanya menetapkan tersangka tunggal.
"KontraS dan Koalisi juga mempertanyakan hasil penyidikan yang hanya terdiri dari satu tersangka dengan pasal pertanggungjawaban komando dan tidak sama sekali menyertakan pelaku lapangan yang membunuh atau menganiaya para korban di peristiwa Paniai," kata Rivanlee dalam keterangannya, Kamis (8/12/202).
"Padahal lewat proses persidangan, terungkap nama kuat yang patut diduga menjadi eksekutor di balik kejahatan kemanusiaan ini yang hanya dijadikan saksi oleh Kejaksaan Agung," sambunnya.
Penetapan satu terdakwa dikhawatirkan KontraS karena berdampak terhadap keadilan para korban dan tertutupnya pengungkapkan para pelaku lain.
Hal itu kemudian terbukti dengan bebasnya Isak Sattu. Dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan HAM di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12), Isak Sattu lolos dari dakwaan pasal pertanggungjawaban komando yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum.
"Dengan tidak terbuktinya dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum terbukti tingkat keseriusan Kejaksaan Agung yang lemah untuk bisa menuntaskan pelanggaran HAM berat di Peristiwa Paniai dan juga kasus lainnya di Indonesia," kata Rivanlee.
Selain itu, KontraS menyebut pada persidangan, Kejaksaan Agung lemah dalam memenuhi kewajiban perlindungan saksi dan korban serta tidak mengupayakan gugatan pemulihan kepada para penyintas dan keluarga korban.
Karenanya KontraS menantikan upaya hukum dari Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti putusan Majelis Hakim Pengadilan HAM Peristiwa Paniai ini.
Baca Juga: Komnas HAM Kecewa Putusan Majelis Hakim Membebaskan Terdakwa Kasus Pelanggaran HAM Berat di Paniai
"Jika memang motif di balik penyidikan adalah upaya pemenuhan keadilan bagi korban dan penuntutan pertanggungjawaban pelaku serta koreksi dan evaluasi instansi aparatur gegara. Sudah selayaknya upaya hukum dilayangkan untuk menyeret nama-nama yang terungkap di Pengadilan," tuturnya.
"Jika tidak ada upaya lanjutan dari Kejaksaan Agung dan Pemerintahan Presiden Jokowi, kita berhak menebak apa yang jadi alasan sebenarnya di balik ini semua. Sandiwara belaka dan diskriminasi berlapis bagi warga Papua," tegas Rivanlee menambahkan.