Memberikan amplop berupa uang atau hadiah sebagai kado pernikahan hanya sebatas perbuatan sunah dalam konteks hibah (pemberian). Hal tersebut kemudian menjadi salah satu kebiasaan yang dianjurkan dalam agama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;
"Hendaklah kalian saling memberi hadiah, Niscaya kalian akan saling mencintai”(Hadits hasan. HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrod, no. 594).
Sehingga, jika seseorang tidak bisa memberikan apapun kepada tuan rumah termasuk amplop pernikahan hukumnya tetap wajib untuk menghadiri walimah.
Namun, akan berbeda konteksnya jika sudah ketahuan motif tuan rumah mengundang walimah pernikahan yaitu untuk mengharap pemberian uang dari para tamu undangan.
Maka bila keadaannya seperti ini, tidak wajib bagi seseorang untuk menghadiri undangan pernikahan dalam keadaan mereka tidak mempunyai uang untuk bisa disumbangkan. Karena acara pernikahan dengan motif seperti ini, dalam agama Islam tidak memenuhi persyaratan wajibnya.
Buya Yahya kemudian menjelaskan wajibnya seseorang yang hadir dalam acara pernikahan harus memenuhi syarat.
Beberapa syaratnya yaitu walimah tidak membedakan antara orang kaya dan miskin, tidak ada maksiat di dalamnya, tidak ada udzur (kewajiban lain di rumah) dan lain sebagainya.
Hal ini seperti yang ditegaskan dalam kitab Hasyiyah al-Qulyubi berikut:
"Sebagian dari syarat (wajibnya mendatangi walimah) adalah motif mengundang seseorang tidak karena khawatir perlakuan buruk darinya pada harta, fisik, dan kehormatan (orang yang mengundangnya), tidak karena mengharap jabatan atau uang darinya dan juga tidak karena mengharap hadirnya orang lain yang akan memberikan hal di atas. Akan tetapi motif mengundang murni untuk mempererat hubungan, berbuat baik, memberi tahu atau hal-hal sesamanya” (Syihabuddin al-Qulyubi, Hasyiyah al-Qulyubi, juz 3, hal. 296)
Amalan suka rela seperti memberikan amplop atau hadiah adalah salah satu amalan yang utama. Walaupun nilainya tidak seberapa, sehingga diantara keduanya tidak perlu berhutang,