Suara.com - Masiswa menjadi kelompok rentan yang dipidanakan berkat pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh DPR RI. Sebab salah satu pasalnya memuat soal penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara dapat dipenjarakan.
Pada berbagai aksinya, mahasiswa kerap menyampaikan kritikan terhadap kebijakan pemerintah. Menurut Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Bayu Satria Utomo, kritikan berpotensi diartikan sebagai bentuk penghinaan, sehingga aksi mereka mengingatkan atau memberikan masukan dapat berujung dengan pemenjaraan.
"Pasal-pasal ini jelas akan memberangus kebebasan berekspresi kami sebagai mahasiswa. Terutama, karena tidak ada batas yang jelas antara kritik dan penghinaan," tegas Bayu saat menghadiri demontrasi tolak KUHP di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (6/12/2022) kemarin.
Sedari awal, salah satu pasal bermasalah masih termuat dalam bentuk Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mereka sudah khawatir, hal itu menjadi alat untuk mengekang kritik kepada pemerintah.
"Dan inilah yang kemudian kami khawatirkan menjadi satu bumerang untuk RKUHP yang sudah disahkan," kata Bayu.
Dia menceritakan pengalamannya saat ikut berdiskusi dengan tim tim sosialisasi RKUHP.
"Di salah satu acara di televisi, tim sosialisasi RKUHP waktu itu ditampilkan, ada tulisan poster dari BEM UI 'Dewan Penipu Rakyat,' nah lalu ditanyakan apakah ini kritik atau penghinaan?"
"Dan ternyata jawabannya adalah penghinaan, ternyata menyebutkan 'Dewan Penipu Rakyat' itu sudah bisa disebut penghinaan menurut tim sosialisasi RKUHP," ungkapnya.
Bayu menegaskan, setiap kritik terhadap pemerintah atau lembaga negara, mereka berbicara tentang kebijakan yang dibuat. Tidak menyerang terhadap personalnya.
Baca Juga: Yasonna Bandingkan Sikap PKS dan Demokrat saat Rapat Pengesahan RKUHP
"Ini kan jelas, akan mengancam kebebasan berekspresi kita. Karena BEM UI maupun BEM universitas lainnya kerap kali mengeluarkan kritik tajam kepada pemerintah, kepada DPR. Karena kami bukan mengkritik pribadi dan perseorangan, tapi, kami mengkritik kebijakannya. Nah itu yang kemudian kami khawatirkan," kata Bayu.