Suara.com - Tasyakuran pernikahan Kaesang Pangarep dengan Erina Gudono akan digelar di Puro Mangkunegaran, Solo, pada Minggu (11/12/2022). Salah satu aturan yang diterapkan dalam acara tersebut yaitu tamu undangan dilarang memakai batik bermotif parang atau lereng saat masuk ke Puro Mangkunegaran. Lantas apa itu batik parang?
Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming sekaligus kakak Kaesang menjelaskan jika larangan memakai batik parang lereng ini bukan berasal dari keluarganya, melainkan dari pihak Pura Mangkunegaran. Tamu yag hadir ke tempat sakral itu dilarang pakai batik motif parang lereng atau parang rusak.
Apa Itu Batik Parang?
Motif parang adalah salah satu motif batik tertua di Indonesia yang sudah ada sejak kepemimpinan Keraton Mataram. Tak heran jika motif batik Parang akan banyak dijumpai di daerah Solo dan Yogyakarta. Batik tua ini motifnya terlihat seperti berulang mengikuti garis diagonal.
Jika dilihat dari bahasa, batik parang berasal dari kata 'pereng' yang artinya dalam bahasa Jawa adalah lereng. Gambaran perengan ini bisa dilihat dari motifnya yang berupa garis menurun tinggi ke rendah.
Kemudian, motif berulang dari batik parang dengan dasar huruf S terinspirasi dari ombak samudra yang memiliki makna tidak kenal putus asa.

Dalam filosofi Jawa, batik parang mempunyai arti agar seseorang memiliki sifat yang tidak pernah menyerah, layaknya ombak di laut yang tak berhenti bergerak.
Kemudian, dikutip dari buku 'Batik Nusantara' (2011) oleh Ari Wulandari, motif batik parang lereng ini diartikan sebagai ketangkasan, kewaspadaan, dan juha kontituinitas antara pekerja dengan pekerja lainnya.
Sementara, motif batik parang rusak meilikimakna kuat, sabar dan mampu mengendalikan daya nafsu meskipun dalam keadaan lemah.
Baca Juga: Jelang Nikah, Kaesang Pangarep Ungkap Belum Punya Sofa di Postingan Erina Gudono
Motif batik karang rusak konon bermula dari Penembahan Senopati yang kala itu sedang bertapa di Pantai Selatan. Ia kemudian terinspirasi dari ombak yang tidak pernah lelah menghantam karang di pantai.