Suara.com - Sambil bergetar, Ferdy Sambo meminta maaf kepada seniornya di Korps Bhayangkara yang terkena imbas dari kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Hal itu imbas hukuman demosi yang membuat karir mereka di kepolisian menjadi terhambat.
Pernyataan tersebut disampaikan Sambo di penghujung laga persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022) sore. Awalnya, Sambo mengaku sudah berbicara pada pimpinan Polri agar mereka yang terkena imbas untuk tidak diproses.
"Saya juga sudah meminta kepada pimpinan untuk tidak memproses kode etik dan pidana mereka karena mereka tidak tahu apa-apa," kata Sambo.
Eks Kadiv Propam Polri itu mengaku salah dan siap bertanggung jawab atas apa yang dia perbuat. Sambo juga mengaku sedih terkait hukuman demosi yang menyasar mereka.
"Saya sedih sekali melihat mereka masih panjang usianya tapi harus selesai pada saat itu. Sekali lagi, saya minta maaf kepada kawan-kawan senior. Saya salah, saya siap tanggung jawab kan apa yang saya lakukan, tetapi saya tidak akan pertanggungjawabkan apa yang saya tidak lakukan, mohon maaf kepada senior."
Sebelumnya, eks Kabag Gakkum Divisi Propam Polri Kombes Susanto turut terkena imbas dari kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Karirnya di Korps Bhayangkara harus mandeg lantaran terkena hukuman demosi tiga tahun dan dikurung dalam penempatan khusus selama 29 hari.
Bahkan, Susanto sampai menetaskan air mata ketika hadir sebagai saksi di sidang lanjutan yang berlangsung hari ini. Dia bahkan mengaku kesal kepada sosok Ferdy Sambo yang membohongi dirinya.
"Saudara ikut di Patsus?" tanya hakim.
"Ikut yang mulia," jawab Susanto.
"Sidang kode etik?" cecar hakim.
"Ikut yang mulia," papar Susanto.
"Hukumannya?" lanjut hakim.
"Saya di Patsus 29 hari dan demosi 3 tahun," ucap Susanto sambil menangis.
Susanto pun merasa emosi dan kesal lantaran seorang jendral tega membohongi anak buahnya. Akibat hukuman ini, Susanto merasa karirnya selama 30 tahun di Polri menjadi hancur.
"Kecewa, kesal, marah, jenderal kok bohong. Susah nyari jenderal. Kami paranoid nonton tv, media sosial, jenderal kok tega menghancurkan karir. 30 tahun saya mengabdi, hancur pengabdian saya," papar Susanto.
Bahkan, Susanto merasa miris lantaran dia biasa memeriksa polisi 'nakal'. Akibat kasus ini, Susanto juga harus diperiksa dan mendapat hukuman.
"Bayangkan majelis hakim, kami Kabag Gakkum yang biasa memeriksa polisi nakal, kami diperiksa. bayangkan majelis hakim bagaimana keluarga kami."