Ketika itu ia berkarier di TNI Angkatan Darat dengan pangkat Letnan Dua. Sejak 1976 hingga 1985, Prabowo muda bertugas di Komando Pasukan Sandi Yudha atau Kopassanda, yang ketika itu merupakan pasukan khusus di Angkatan Darat.
Salah satu tugas pertamanya saat itu adalah menjadi komandan pleton pada GrupI/Para Komando yang merupakan bagian dari pasukan operasi Nanggala di Timor-Timur.
Ketika itu usianya baru 26 tahun dan menjadi salahsatu Komandan Pleton termuda dalam operasi itu. Ia lantas dinilai berperan besar dalam penagkapan Nicolau dos Reis Lobato, pemimpin Fretilin.
Kariernya di TNI berjalan mulus. Pada 1985, Prabowo menjadi wakil komandan Batalyon Infanteri Udara 328. Lalu pada 1991 ia dipercaya untukmenjabat sebagai Kepala staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17 yang bermarkas di Cijantung.
Dua tahun kemudian,Prabowo kembali ke Kopassus dan diangkat menjadi Komandan Grup3. Sandi Yudha.
Lalu seterusnya Prabowo menjabat sebagai wakil komandan komando di bawah kepemimpinan Brigadir Jenderal Agum Gumelar dan Brigadir Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo.
Terjebak dalam pusaran kerusuhan Mei 1998
Pada 20 Maret 1998, Prabowo diangkat menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Daratdan membawahi 11 ribu pasukan cadangan ABRI.
Ketika kerusuhan Mei 1998 pecah, Prabowo minta izin kepada Panglima ABRI saat itu, Jenderal Wiranto, untuk mengerakkan pasukannya dari luar Jakarta untuk untuk meredam kerusuhan.
Baca Juga: Gerindra Tidak Terpengaruh Hasil Survei yang Tunjukkan Elektabilitas Prabowo Stagnan
Namun perintaan itu ditolak oleh Wiranto. Setelah itu Prabowo diduga tetap mengirimkan ratusan orang yang terlatih di Kopassus ke Jakarta.