Alasan Sudah Disahkan, Pimpinan DPR Ogah Temui Massa Pendemo Tolak RKUHP

Selasa, 06 Desember 2022 | 14:00 WIB
Alasan Sudah Disahkan, Pimpinan DPR Ogah Temui Massa Pendemo Tolak RKUHP
Alasan Sudah Disahkan, Pimpinan DPR Ogah Temui Massa Pendemo Tolak RKUHP. (Suara.com/Bagaskara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pimpinan DPR RI memastikan diri ogah menemui massa yang menggelar aksi penolakan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP di depan Gedung DPR RI, Selasa (6/12/2022) siang ini. 

"Sementara tidak (akan menemui), karena kami sudah sahkan," kata Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa. 

Lodewijk mengatakan, RUU KUHP sudah secara resmi disahkan dalam sidang paripurna DPR RI hari ini. Sehingga, kata dia, biarkan dulu RUU KUHP berproses dan bagi yang merasa tidak puas dipersilakan mengambil langkah hukum. 

Baca Juga: DPR RI dan Pemerintah 'Maksa' Sahkan RKUHP, Peneliti TII: Kesepakatan Membungkam Masyarakat!

"Biar selanjutnya ini berproses. Kalau memang ada ketidakpuasan tentunya ada langkah-langkah hukum yang diambil, katakan ke Mahkamah Konstitusi," ungkapnya. 

Lodewijk menyampaikan, RUU KUHP ini telah dibahas sangat panjang dan selama 59 tahun telah tertunda. Jika kekinian disebut kurang menyerap aspirasi, menurutnya, hal tersebut tidak sama sekali terjadi. 

"Sehingga kalau dikatakan kurang sosialisasi, sebenarnya tidak. Bahwa prosesnya sudah berjalan sedemikian panjang," tuturnya. 

Sementara itu, Sekjen Partai Golkar ini mengatakan, bahwa DPR RI khususnya pimpinan masih ada kegiatan lain sehingga belum dapat menemui massa aksi. 

"Jadi biarkan mereka lanjut, kita juga masih ada kegiatan-kegiatan yang lain," pungkasnya. 

Baca Juga: Wamenkumham Siap Adu Argumen dengan Penolak RKUHP: Datang dan Debat dengan Kami

Demo Tolak Pengesahan RKUHP

Koalisi Masyarakat Sipil meninggalkan karangan bunga duka cita di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat usai  aksi demonstrasi menolak pengesahan pasal bermasalah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada Senin (5/11/2022). 

Usai berunjuk rasa mereka memastikan bakal kembali ke DPR RI dengan tujuan yang sama pada Selasa (6/12/2022),  bertepatan dengan pengesahan RKUHP oleh DPR RI. 

Koordinator aksi, Pengacara publik LBH Jakarta Citra  menegasakan mereka akan kembali dengan massa yang lebih banyak. 

"Kami akan tetap melakukan penolakan. Kami akan semakin banyak dan besar untuk datang ke DPR  menolak RKUHP sampai besok," kata Citra. 

Seusai menggelar aksi, menyampaikan sejumlah orasi  mengkritik RKUHP,  Koalisi Masyarakat Sipil meninggalkan empat karangan bunga. Karangan bunga itu berisi sejumlah tulisan yang merupakan simbol penolakan, di antaranya, 'Selamat dan Sukses Kepada Pemerintah dan DPR Telah Menjadi Penjajah di Negara Sendiri #SemuaBisaKena.' 

Kemudian, 'Turut Berduka Cita atas Matinya Demokrasi di Indonesia,' 'Happy Wedding Pemerintah, DPR, Oligarki Sukses Melahirkan Rezim Anti Kritik, dan 'Turut Berduka Cita atas Kebangkitan Pasal Kolonial Dalam RKHUP.' 

Berdasarkan pantau Suara.com massa mulai bubar dari lokasi pukul 17.33 WIB. Sebelum meninggalkan lokasi mereka sempat mengumpulkan sampah yang berserak. 

Sebelumnya, Citra Referendum menilai DPR RI sangat tidak bijak, mengesahkan RKHUP tanpa mendengarkan masukan dari masyarakat sipil. 

"Jadi jika kemudian DPR masih terus dengan egois untuk mengesahkan RKUHP, maka kami menganggap DPR telah mengkhianati rakyat Indonesia sebagai konstituen yang memilih para DPR," tegas Citra saat ditemui wartawan saat berunjuk rasa di DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (5/12/2022). 

Mereka menilai penyusunan RKHUP oleh DPR RI dilakukan tanpa transparansi dan melibatkan masyarakat sipil. 

"Karena draf itu tidak bisa kita akses secara resmi dalam waktu segera gitu. Kemudian kita baru bisa mengakses kemarin," ujarnya. 

"Kemudian yang kedua, DPR dan pemerintah tidak melakukan secara parsitipatif, yang saya katakan. Mereka hanya melakukan sosialisasi yang artinya hanya satu arah. Tidak bermakna," sambungnya. 

Sebagai perwakilan rakyat, DPR seharusnya membuat aturan yang mengedepankan perlindungan bagi rakyat. 

"Pemerintah dan DPR seharusnya dengar dan mempertimbangkan  secara bermakna pendapat dari masyaraka, bahwa kami meminta supaya pasal-pasal yang bermasalah yang ada di dalam RKUHP seperti pasal anti demokratis itu di cabut," ujarnya. 

Karena mereka tegas menolak pengesahan RKUHP. Untuk itu aksi unjuk rasa mereka gelar di DPR RI, Jakarta Pusat. 

"Jadi kami menolak untuk pengesahan dalam waktu dekat jika pasal-pasal bermasalah tidak dicabut," tegas Citra. 

Setidaknya terdapat sejumlah pasal bermasalah di dalam RKHUP di antaranya, pasal 351 yang mengatur tentang pasal penghinaan terhadap lembaga tinggi negara. Pasal ini berbunyi, 

'Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.' 

Pasal itu dianggap bermasalah karena berpotensi jadi alat kriminalisasi bagi masyarakat yang mengkritisi pemerintah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI