Deretan Pasal Kontroversial RKUHP: Larangan Hina Presiden hingga Kumpul Kebo

Selasa, 06 Desember 2022 | 10:52 WIB
Deretan Pasal Kontroversial RKUHP: Larangan Hina Presiden hingga Kumpul Kebo
Ilustrasi Lady Justice. [Pexel]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bakal segera disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Meski masih banyak pasal yang menuai kontroversi, nyatanya pemerintah berniat mengesahkan RKUHP dalam rapat paripurna pada Selasa (6/12/2022).

Menkumham Yasonna Laoly sendiri sudah menyatakan bahwa RKUHP tidak mungkin bisa memuaskan seluruh kalangan masyarakat. Karena itu, jika ada yang ingin memprotes pasal, maka ia mempersilakan untuk menggugat ke Majelis Konstitusi (MK).

Berdasarkan penelusuran Suara.com, berikut ini deretan pasal kontroversial RKHUP selengkapnya.

Unjuk rasa tidak boleh tanpa pemberitahuan

Baca Juga: Ini Deretan Pasal Kontroversial Di RKUHP, Dari Santet Hingga Kumpul Kebo

Pasal kontroversial RKUHP salah satunya yakni Pasal 256. Orang yang melakukan demonstrasi atau piawai tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, maka terhadapnya dapat dikenakan sanksi pidana 6 bulan kurungan.

Pasal tersebut pun dianggap oleh masyarakat telah mengancam demokrasi.

Penghinaan terhadap presiden dan Lembaga Negara

Penghinaan terhadap pemerintah yang mencakup Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah tertera dalam Pasal 240 RKUHP.

Aturan tersebut menegaskan bahwa setiap orang yang menghina lembaga negara dan Presiden serta wakilnya akan terancam hukuman selama 1 tahun 6 bulan penjara.

Baca Juga: RKUHP Bakal Disahkan Hari Ini, Mahfud MD Sebut Pemerintah Antisipasi Gelombang Penolakan

Penyebaran berita bohong atau hoax

Pasal 263 RKUHP mengatur terkait penyebaran berita bohong. Pelaku dapat dikanakan pidana penjara hingga 6 tahun.

Sementara itu, orang yang menyebarkan berita berlebihan dapat terancam 2 tahun penjara. Pasal ini dinilai dapat mengancam kebebasan berpendapat.

Penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden

Pasal 218 dan 219 RKUHP menyinggung terkait penghinaan, serangan terhadap pribadi Presiden dan Wakil Presiden. Pelaku dapat dipidana hingga maksimal 3 tahun penjara atau 4 tahun jika melalui media sosial.

Pasal ini merupakan delik aduan. Perkara dalam kasus ini hanya dapat diproses jika Presiden dan Wakil Presiden melaporkan tindakan pelaku. Pasal ini dianggap turut mengancam kebebasan berpendapat.

Larangan perzinahan dan kumpul kebo

Pasal 411 RKUHP mengatur adanya larangan perzinahan dan kumpul kebo. Bagi pelanggar, maka terhadapnya dikenakan sanksi pidana penjara selama 1 tahun.

Kemudian pada Pasal 412 mengatur bahwa orang yang tinggal bersama sebagai suami istri padahal keduanya bukan suami istri, maka terhadapnya dikenakan pidana penjara selama 6 bulan.

Kedua pasal di atas merupakan delik aduan. Artinya, perbuatan zina dan kumpul kebo itu hanya dapat dilaporkan oleh istri/suami sah pelaku kepada pihak berwajib. Selain itu, orang tua dan anak juga dapat melaporkan pelaku.

Pengaturan terkait kedua hal dinilai terlalu berlebihan. Pasal ini dianggap terlalu menyangkut urusan pribadi perseorangan.

Hukuman mati

Hukuman mati menjadi hukuman yang turut diatur dalam Pasal 67, 98, 99, 100, 101, dan 102 RKUHP. Pasal ini dianggap mengancam Hak Asasi Manusia (HAM).

Tindak pidana masyarakat beragama

Pasal 300 RKUHP mengatur terkait adanya larangan bagi setiap orang yang melakukan perbuatan bersifat permusuhan; menyatakan kebencian atau permusuhan; menghasut melakukan permusuhan, kekerasan atau diskriminasi terhadap agama maupun kepercayaan orang lain serta golongan maupun kelompok atas dasar agama ata kepercayaan di Indonesia.

Pelaku dikenai pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda maksimal kategori IV.

Hukum adat

Pasal kontroversial RKUHP berikutnya ada pada Pasal 2 RKUHP. Pasal ini mengatur bahwa seseorang dapat dihukum sesuai dengan hukum adat jika aturannya tidak dimuat dalam RKUHP.

Banyak orang yang menilai pasal ini akan sangat memberi ruang bagi diskriminalisasi. Indonesia memiliki berbagai macam budaya, jika pasal ini disahkan maka penguasa daerah setempat akan semena-mena.

Selain itu, aturan tersebut dinilai berbahaya bagi perempuan dan anak.

Kontributor : Annisa Fianni Sisma

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI