Suara.com - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono angkat bicara soal aksi protes warga Kampung Susun Bayam (KSB) di depan kantornya, Balai Kota DKI Jakarta. Warga unjuk rasa dengan membuat tenda di trotoar.
Protes warga ini dilatarbelakangi KSB yang juga belum bisa dihuni meski sudah diresmikan eks Gubernur Anies Baswedan di akhir masa jabatannya. Masalahnya, pihak PT Jakarta Propertindo (Jakpro) selaku pengembang belum menentukan tarif sewa untuk warga.
Heru pun mengaku akan membicarakan masalah penentuan tarif sewa ini dengan pihak Jakpro.
Baca Juga: Tuntut Janji Pemprov DKI, Warga Rusun Kampung Bayam Tinggal di Tenda Depan Gerbang Rusun
"Ya yang pertama, itu harus dibicarakan dengan Jakpro ya, nilainya (tarif sewa unit KSB)," ujar Heru di Balai Kota DKI, Kamis (1/12/2022).
Selain itu, ia menyebut jajarannya sebenarnya sudah menindaklanjuti masalah ini lewat Wali Kota Jakarta Utara. Surat Keputusan (SK) disebutnya telah diterbitkan agar warga terdampak proyek Jakarta International Stadium (JIS) ini bisa menempati KSB.
Namun, Jakpro memang harus berdiskusi lebih dulu dengan warga Kampung Bayam.
"Wali Kota (Jakarta Utara) kan sudah menetapkan SK orang-orang yang untuk ditampung di sana," ucapnya.
"Tinggal Jakpro berdiskusi bagaimana dengan keinginan masyarakat itu. Nanti Jakpro biar lapor ke wali kota."
Baca Juga: Puluhan Warga Kampung Bayam Geruduk Balai Kota Tagih Janji Pemprov Sampai Pukul-pukul panci
Geruduk Balai Kota
Hari ini, warga Kampung Bayam, Pademangan, Jakarta Utara, menggeruduk Balai Kota Jakarta. Mereka menagih janji Pemprov DKI untuk bisa tinggal di kampung susun usai sebelumnya terkena gusuran akibat pemukiman mereka dibangun Jakarta Internasional Stadium (JIS).
Saat itu, warga mau digusur lantaran dijanjikan oleh Pemorov DKI hunian yang lebih layak. Mereka akan dibuatkan kampung susun. Setelah rampung, warga bisa kembali tinggal disana.
Salah seorang warga, Jelly (42) mengaku saat digusur pada 2020 lalu, ia mendapat uang kompensasi senilai Rp 20 juta. Uang tersebut ia gunakan untuk mengontrak rumah sembari menunggu pembangunan itu rampung.
Rumah yang ditempati Jelly saat ini memiliki sewa Rp7 juta per tahun. Sembari menunggu pembangunan kampung susun, Jelly mengontrak rumah selama dua tahun. Pembayaran sewa menggunakan uang dari kompensasi.
Namun nahas, jatuh tempo kontrakan Jelly habis pada 15 Oktober kemarin. Sementara hingga kini ia belum bisa masuk ke dalam hunian yang sebelumnya dijanjikan. Padahal 12 Oktober kemarin, Kampung Susun Bayam telah diresmikan oleh Anies Baswedan saat masih menjabat sebagai Gubernur Jakarta.
“Untung yang punya kontrakan ngerti. Saya dapat kompensasi sama yang punya sampai hari ini,” kata Jelly, saat ditemui Suara.com, di depan Balai Kota, Kamis.
Jelly saat ini hanya bisa pasrah. Barangnya mulai ia keluarkan dari kontrakannya, dititipkan kepada beberapa warga lain yang bisa menampungnya.
Sementara, ia tinggal di tenda yang dibuat warga di depan pintu gerbang Kampung Susun Bayam.
Jelly yang mengaku berprofesi sebagai pemulung itu hanya bisa mengumpulkan uang Rp 175 ribu per minggu usai menjual botol dan gelas bekas air mineral yang telah ia bersihkan.
Selain jadi pemulung, Jelly juga menjadi buruh cuci, dengan upah Rp 300 ribu per bulan. Jika ditotal dari kedua profesinya, penghasilan Jelly masih dibawah rata-rata.