Suara.com - Rasa takut, gelisah, dilema, hingga ragu. Berbagai gejolak emosi tersebut ditunjukkan dengan jelas oleh Richard Eliezer atau Bharada E, terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), ketika menyampaikan kesaksiannya dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30-11).
Sayangnya, gejolak emosi tersebut tak cukup kuat untuk menghentikan Richard Eliezer dari menarik pelatuk dan merenggut nyawa Yosua Hutabarat di Duren Tiga, tepatnya di rumah dinas Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai seorang Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan.
Sebanyak tiga sampai empat timah panas ia tembakkan ke arah Yosua yang berada dalam posisi merendahkan tubuh.
Tepat di hadapan dua terdakwa lainnya, yakni Kuat Maruf dan Ricky Rizal atau Bripka RR, Richard menuturkan rangkaian peristiwa beserta apa yang dirinya rasakan pada detik-detik menjelang terbunuhnya Brigadir J.
Richard bahkan mengaku memimpikan Yosua selama 3 minggu sejak hari kematian Brigadir J, tepatnya sejak Jumat, 8 Juli 2022.
Skenario pembunuhan
Pada Jumat, 8 Juli 2022, Richard mengisahkan mengenai dirinya yang baru saja tiba di Jakarta dari Magelang, Jawa Tengah. Bertempat di rumah pribadi Ferdy Sambo di Saguling, Richard mengaku dirinya diminta oleh Ricky untuk pergi ke lantai tiga atas perintah Ferdy Sambo.
Ketika tiba di lantai 3, dirinya duduk di atas sofa, dan semula hanya bertemu dengan Ferdy Sambo. Ricky, Yosua, dan Kuat Ma’ruf tidak berada di sekitar mereka. Yang menyusul untuk duduk di sofa beberapa saat kemudian adalah Putri Candrawathi.
Saat itu, Ferdy Sambo bertanya kepada Richard apakah dia mengetahui apa yang terjadi di Magelang, dan Richard pun mengaku bahwa ia tidak mengetahui apa yang terjadi di Magelang.
Selanjutnya, Ferdy Sambo mengatakan bahwa Yosua Hutabarat telah melecehkan Putri Candrawathi di kediamannya di Magelang.