Suara.com - Richard Eliezer (Bharada E) mengaku kerap bermimpi dengan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J usai penembakan di rumah dinas Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022. Almarhum Yosua selalu datang dalam mimpi Richard kurang lebih selama tiga minggu.
Ronny Talapessy selaku kuasa hukum Richard berpendapat, keterangan itu menandakan bahwa kliennya merasa bersalah atas apa yang terjadi. Sebab, sosok yang tewas ditembak itu adalah Yosua yang merupakan rekan Richard sendiri.
"Ini menjelaskan suasana dari klien saya bahwa dia merasa bersalah, karena mengingat ini teman sendiri, bukan orang lain," kata Ronny saat jeda sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/11/2022).
Atas hal itu, tim kuasa hukum sampai mendatangkan rohaniawan untuk mendampingi Richard. Pasalnya, kondisi psikologi Richard sangat terguncang usai peristiwa kelam tersebut.
"Kami selalu dampingi karena memang kenapa, ini kan terkait dengan psikologis ya, sikap batinnya dia ini kan memang terguncang. Karena bayangkan saja teman sendiri suruh tembak kan," ucap Ronny.
Disambangi Yosua Lewat Mimpi
Perbedaan pangkat yang sangat jauh itu membikin Richard takut untuk menolak perintah Ferdy Sambo. Bahkan usai kejadian, sosok Yosua melintas tanpa permisi di mimpi Richard.
Mimpi buruk itu melanda Richard kurang lebih tiga minggu. Hal itulah yang mendorong Richard untuk menceritakan hal yang sebenarnya usai dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Saya betul-betul dihantui mimpi buruk kurang lebih tiga minggu," beber Richard.
"Apa mimpimu? Bertemu almarhum?" tanya hakim.
"Betul yang mulia," jawab Richard.
"Terus?" cecar hakim.
"Saya merasa bersalah," beber Richard.
"Itu alasanmu mau menceritakan yang benar?" ucap hakim.
"Iya. Saya merasa tertekan yang mulia, beruntungnya pas saya dibawa itu tidak ada komunikasi dengan FS," ucap Richard.
Perintah Sambo
Richard hanya terdiam ketika diminta naik ke lantai tiga rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling 3, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7) lalu. Dia mendapati Ferdy Sambo sudah duduk di sebuah sofa panjang di ruang keluarga.
Setelah diminta duduk, Richard langsung mendengarkan eks Kadiv Propam Polri itu berbicara sesuatu. Polisi dengan pangkat Bharada itu juga mendapati Ferdy Sambo sesekali mengambil jeda untuk menangis dan wajahnya memerah.
"Kamu tahu tidak, ada kejadian apa?" kata Sambo kepada Richard.
"Siap, tidak tahu Bapak," jawab Richard.
Tidak lama berselang, Putri Candrawathi datang dan duduk di samping sang suami. Richard seketika kaget ketika Sambo menyebut bahwa Brigadir J telah melecehkan Putri.
"Yosua sudah melecehkan Ibu," kata Sambo sambil menangis.
Richard hanya terdiam mendengar itu. Bercampur kaget, Richard kembali mendengarkan atasannya itu menangis disertai emosi dan wajah memerah.
"Kurang ajar ini, kurang ajar, dia sudah tidak menghargai saya. Dia menghina martabat saya," ujar Sambo.
Tidak lama berselang, Sambo langsung meminta Richard untuk menembak Yosua. Sebab, jika Richard yang mengeksekusi, Ferdy Sambo masih bisa memberikan pembelaan.
"Nanti kamu yang tembak Yosua ya, karena kamu yang tembak Yosua, saya yang akan bela kamu. Kalau saya yang tembak, tidak ada yang bela kita," ucap Sambo.
Dalam momen itu, Richard hanya memilih diam. Pikirannya berkecamuk lantaran harus menghabisi nyawa seseorang. Tidak lama berselang, Sambo membeberkan sebuah skenario untuk menghabisi nyawa Yosua dengan senapan di rumah dinas di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan tersebut.
"Jadi gini Chad, skenarionya Ibu dilecehkan Yosua, baru Ibu teriak. Kamu dengar. Yosua ketahuan, Yosua tembak kamu, kamu tembak balik. Yosua yang mati," tutup Sambo.
Percakapan itu disampaikan Richard saat menjalani sidang lanjutan di di ruang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/11). Dia bersaksi untuk terdakwa Kuat Maruf dan Ricky Rizal.
Dalam perkara ini, Richard, Kuat, dan Ricky didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.