Suara.com - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, menyebut pemerintah telah mencapai kesepakatan untuk mengusulkan kebaya sebagai intangible heritage atau warisan budaya takbenda UNESCO melalui mekanisme single nomination atau nominasi tunggal, yang tidak akan melibatkan negara-negara lain dalam proses pengajuan.
Hal ini disampaikan menyusul langkah yang diumumkan Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand untuk menominasikan kebaya melalui mekanisme multinasional.
“Jadi kebaya tidak lagi kita perlu perdebatkan. Ini tentunya budaya luhur milik anak bangsa dan telah diputuskan untuk menjadi single nomination,” ujar Sandiaga, dilansir dari Warta Ekonomi pada Senin (28/11).
“Dan tentunya kita akan mendorong dan menguatkan agar kebaya diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya takbenda milik Indonesia untuk kemajuan pergerakkan ekonomi, dan juga terciptanya peluang usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat kita dalam meningkatkan taraf hidupnya,” ia menambahkan.
Minggu lalu, tepatnya pada 23 November, Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand mendeklarasikan bahwa kebaya akan diajukan ke Intergovernmental Committee Intangible Culture Heritage and Humanity (IGC ICH) UNESCO.
Keempat negara Asia Tenggara itu juga mengajak negara lainnya untuk bergabung dalam nominasi itu.
Namun, Indonesia memilih untuk menempuh prosedur single nomination karena Indonesia kini memiliki satu berkas active cycle, yaitu Budaya Sehat Jamu, yang akan dibahas dalam IGC ICH UNESCO di 2023.
Indonesia juga memiliki tiga berkas non-active cycle (dokumen berkas pengusulan sudah diterima oleh ICH UNESCO, namun belum masuk sebagai agenda pembahasan IGC ICH Meeting), yaitu Reog Ponorogo, Tenun, dan Tempe.
“Secara prosedur, single nomination tiap negara hanya memiliki kuota sebanyak satu budaya per dua tahun untuk mengajukan pencatatan kebudayaan kita sebagai warisan budaya takbenda," tuturnya.
"Sedangkan joint nomination dapat diajukan oleh dua atau lebih negara secara bersama-sama kepada UNESCO setiap tahun sekali tanpa mengurangi kuota yang dimiliki negara tersebut,” kata Sandiaga.