Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada hari ini, Senin (28/11/2022).
Mereka menggugat pemerintah karena tak kunjung menerbitkan peraturan tentang pelaksanaan Penjabat atau Pj Kepala Daerah sesuai amanat Undang-Undang Pilkada.
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Rasyid Ridha selaku kuasa hukum penggugat yakni Yayasan Perludem dan sejumlah warga, mengungkap salah satu tuntutan dari gugatannya, yakni meminta Majelis Hakim di PTUN Jakarta membatalkan seluruh pengangkatan Pj Kepala Daerah di berbagai wilayah di Tanah Air.
"Meminta agar Majelis Hakim PTUN memiliki posisi yang tegas, yang jelas, untuk membatalkan seluruh penjabat kepala daerah yang telah diangkat sampai detik ini," kata Rasyid saat ditemui wartawan di PTUN Jakarta, Jakarta Timur, Senin (28/11/2022).
Baca Juga: Setelah Jokowi Lempar Kode Ciri Pemimpin Peduli Rakyat, Ada yang Merespons Serius, Ada yang Bercanda
Mereka mencatat, sejak Mei hingga saat ini setidaknya 88 Pj Kepala Daerah telah diangkat. Namun dalam pelaksanaan jabatannya tak memiliki aturan, sehingga berpotensi menyebabkan kekisruhan serta mengancam demokrasi dan otonomi daerah.
"Ada 88 kepala daerah yang dipilih ditunjuk sebagai Penjabat Gubernur, tanpa ada mekanisme yang jelas, tanpa ada partisipasi publik yang transparan, yang partisipatif, dan kami menilai bahwa ini kemunduran besar-besaran dari demokrasi Indonesia," kata Rasyid.
Tak hanya mengancam demokrasi, penunjukkan Pj Kepala Daerah tanpa aturan yang jelas juga melanggar sejumlah aturan. Yaitu Undang-Undang Pilkada, Undang-Undang Administrasi Negara, serta bertentangan dengan asas umum pemerintahan negara.
Karenanya mereka berharap gugatan mereka yang telah terdaftar di PTUN Jakarta dengan dengan Nomor Perkara: 422/G/TF/2022/PTUN.JKT dikabulkan Majelis Hakim.
"Lalu juga menyatakan bahwa tindakan tergugat 1 dan tergugat 2 yang tidak menerbitkan aturan pelaksana mengenai pengangkatan penjabat kepala daerah, maupun melakukan pengangkatan penjabat kepala daerah, tanpa ada dasar hukum yang jelas itu adalah perbuatan melawan hukum oleh penguasa," tegas Rasyid.
Baca Juga: Ingatkan Soal Disiplin Partai, Lagi-lagi PDIP Sentil Jokowi Usai Endorse Sosok Capres Berambut Putih
"Dan kami juga meminta di dalam tuntutan gugatan itu supaya Majelis Hakim PTUN Jakarta memerintahkan tergugat 1 dan tergugat 2 untuk menerbitkan aturan pelaksana, menerbitkan mekanisme yang jelas, aturan pelaksana yang jelas terkait dengan pengangkatan penjabat kepala daerah," imbuhnya.
Sementara itu, Charlie Meidino Albajili yang juga dari LBH Jakarta mengungkap tiga alasan gugatan yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil.
"Pertama pengabaian tersebut melanggar hukum, karena dua putusan Mahkamah Konstitusi, rekomendasi dari Ombudsman maupun Pasal 2 dan 5 dari Undang-Undang Pilkada, itu sudah mengamanatkan bahwa ketentuan penjabat kepala daerah itu harus ada peraturan pelaksanaan selevel pemerintah," kata Charlie.
Peraturan pelaksanaan pejabat kepala daerah menjadi penting, sebab jadi jaminan pemerintahan di daerah berjalan secara transparan dan terbuka.
"Yang jelas untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah pusat," ujar Charlie menambahkan.
Alasan kedua, tidak adanya peraturan pelaksanaannya berpotensi menyebabkan kekisruhan, yakni pengabaian pejabat kepala daerah dari program-program kepala daerah yang sebelumnya habis masa jabatannya.
Sementara alasan ketiga, ketiadaan peraturan tersebut dinilai mengabaikan demokrasi dan otonomi daerah yang merupakan hak politik masyarakat.
"Karena saat ini pemerintah pusat tanpa ada keputusan yang jelas yang bisa teruji, mereka bisa menunjuk pejabat kepala daerah dan melaksanakan pemerintah daerah dan melangkahi prinsip-prinsip otonomi daerah dalam dua tahun kedepan," kata Charlie.
"Dan ini tentu warga Jakarta, warga seluruh Indonesia saat ini, kemudian kehilangan kontrol terhadap pemerintahan daerahnya. Semuanya sekarang bisa dalam kontrol pemerintah pusat," imbuhnya.